Mata Kuliah : TEORI BELAJAR DAN KONSEP MENGAJAR
Program studi : Teknologi Pembelajaran
1.
Kita perlu melakukan pembaharuan
landasan teoritik dan konseptual tindakan pembelajaran agar cocok dengan
tuntutan era baru.
a.
Coba identifikasi persoalan pembelajaran yang actual terjadi di masa
kini.
b.
Identifikasi pola pikir (paradigma) yang cocok digunakan untuk
memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
c.
Berikan deskripsi singkat tentang kemungkinan implementasi paradigma
tersebut.
2. Coba deskripsikan apa yang anda ketahui tentang
pendekatan pembelajaran yang berbasis Kompetensi dan bagaimana implementasinya
dalam system persekolahan di Indonesia .
3. Coba deskripsikan apa yang anda ketahui tentang
Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dan bagaimana implementasinya dalam
pemanfaatan media di persekolahan tingkat Dasar
4.
Berhubungan dengan apakah teori Piaget itu?. Mengapa teori Piaget
itu sangat berpengaruh pada perkembangan intelektual anak?
5. Coba buat perbandingan pandangan behaviristik dan
konstruktivistik tentang bagaimana mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
1.
Kita perlu melakukan
pembaharuan landasan teoritik dan konseptual tindakan pembelajaran agar cocok
dengan tuntutan era baru.
a.
Coba identifikasi persoalan pembelajaran yang actual terjadi di masa
kini.
a. Permasalahan
Profesionalisme Guru
Guru yang profesional
harus memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri
dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus
berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki sistem seleksi dan
sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (e)
adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) memiliki prinsip-prinsip etik
(kide etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi
individual, dan (i) memiliki organisasi profesi.
Namun kenyataan
dilapangan menunjukkan di dunia pendidikan nasional ada banyak, guru yang tidak
profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi
“pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.
b. Permasalahan
Strategi Pembelajaran
Meskipun dalam
aspirasinya, dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran
dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan
praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional
dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya
professionalisme guru.
b.
Identifikasi pola pikir (paradigma) yang cocok digunakan untuk
memecahkan persoalan-persoalan tersebut.
a.
Masalah Profesionalisme guru
Untukmengatasi masalah tersebut penulis berpendapat :
1)
Diklat guru digalakkan, diantaranya untuk sertifikasi guru langsung
diadakan diklat, tanpa perhitungan prtofolio. Dan untuk lima tahun pertama guru
ditarget, harus minimal mengikuti 5 kali diklat atau sejenisnya.
2)
Pembuatan tulisan-tulisan ; karya tulis, PTK, artikel, makalah, dll.
3)
Pengawas terhadap kinerja guru perlu digalakkan. Sementara ini pengawas
kesannya hanya mengontrol tentang administrasi pendidikan. Pengawas
dilaksanakan secara menyeluruh.
b.
Permasalahan Strategi Pembelajaran
Beberapa strategi pengajaran yang dapat
dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual, antara lain:
1)
Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di
dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena
terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta untuk mencatat
permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang
siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru
adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan
perspektif yang berbeda dengan mereka.
2)
Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
Guru memberikan penugasan yang dapat
dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan
kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari
ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Siswa
diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang
dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan
siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan
materi pembelajaran.
3)
Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat
memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan
dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun
delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.
4)
Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik tersebut mampu mencari,
menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan
guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana
mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan
menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran
kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang
cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya
dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).
5)
Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan
orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini
perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa
dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga
dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan
pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.
6)
Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian
autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah
mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian
yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi,
dan laporan tertulis.
c.
Berikan deskripsi singkat tentang kemungkinan implementasi paradigma
tersebut.
a.
Setiap dua bulan sekali guru harus mengikuti pelatihan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan, melalui workshop bersama atau diklat yang diadakan oleh
lembaga-lembaga pendidikan.
b.
Peran MGMP ditingkatkan dengan agenda-agenda yang menarik bagi guru.
c.
Supervisi tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah, tekankan supervisi
kolegial, baik internal sekolah maupun dengan sekolah lain.
d.
Berikan kemudahan bagi guru untuk mendapatkan referensi (biaya
ditanggung sekolah/pemerintah)
e.
Setiap dua bulan sekali diadakan evaluasi oleh pengawas tentang kinerja
sekolah, diantaranya melalui kinerja guru. Untuk itu peran aktif pengawas yang
profesional dibutuhkan.
2. Coba
deskripsikan apa yang anda ketahui tentang pendekatan pembelajaran yang
berbasis Kompetensi dan bagaimana implementasinya dalam system persekolahan di Indonesia .
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah
pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta
didik. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi
peserta didik yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan
keterampilannya.
Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi
adalah sebagai berikut:
a.
Berpusat pada peserta didik agar mencapai
kompetensi yang diharapkan. Peserta didik menjadi subjek pembelajaran sehingga
keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas guru adalah
mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta
didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
b.
Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang
dirumuskan dalam KD dan SK tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri
dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.
c.
Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang
adanya keunikan individual setiap peserta didik. Peserta didik memiliki
karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu
dalam kelas dengan jumlah tertentu, guru perlu memberikan layanan individual
agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta didiknya.
d.
Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus
menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga
mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan
layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau
melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
e.
Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan
masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan
mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu guru perlu mendesain
pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks
kehidupan peserta didik dan lingkungan.
f.
Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan
multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta didik.
g.
Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan
narasumber
Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan
konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip
pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual
(contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying,
cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai
kompetensi secara maksimal.
Tujuh konsep utama pembelajaran kontekstual,
yaitu:
a.
Constructivisme
·
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi
pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan
secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi
sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki
·
Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan
peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
·
Kegiatan belajar dikemas menjadi proses
mengonstruksi pengetahu-an, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai
dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan
pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik
mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan
kepuasan atas penemuannya itu.
b.
Inquiry
·
Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan
bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik simpulan.
·
Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan
masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya
·
Questioning
·
Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing
dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan
pengetahuan peserta didik.
·
Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu
teknik dan strategi belajar.
c.
Learning Community
·
Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif
·
Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil
sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang
d.
Modelling
·
Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat
ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali informasi, demonstrasi, dan
lain-lain.
·
Pemodelan dilakukan oleh guru (sebagai teladan),
peserta didik, dan tokoh lain.
e.
Reflection
·
Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari
·
Respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan
yang baru
·
Hasil konstruksi pengetahuan yang baru
·
Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil
karya
f.
Autentic Assesment
·
Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
·
Berlangsung selama proses secara terintegrasi
·
Dilakukan melalui berbagai cara (test dan
non-test)
·
Alternative bentuk: kinerja, observasi,
portofolio, dan/atau jurnal
Implementasi Pengembangan Kegiatan
Pembelajaran
Sebagai tahapan strategis pencapaian
kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan dilaksanakan secara
efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Berdasarkan panduan
penyusunan KTSP (KTSP), kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan tatap muka,
kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah
standar yang menerapkan sistem paket, beban belajarnya dinyatakan dalam jam
pelajaran ditetapkan bahwa satu jam pelajaran tingkat SMA terdiri dari 45 menit
tatap muka untuk Tugas Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur
memanfaatkan 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka.
Sementara itu bagi sekolah kategori mandiri
yang menerapkan sistem kredit semester, beban belajarnya dinyatakan dalam
satuan kredit semester (sks). 1 (satu) sks tingkat SMA terdiri dari 1 (satu)
jam pelajaran (@45 menit) tatap muka dan 25 menit tugas terstruktur dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur. Dengan demikian, pada sistem paket maupun
SKS, guru perlu mendesain kegiatan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur
dan kegiatan mandiri.
1. Kegiatan
Tatap Muka
Untuk sekolah yang
menerapkan sistem paket, kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi
bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan
seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok,
pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di
sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau
simulasi.
Untuk sekolah yang
menerapkan sistem SKS, kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi
ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategi
dikoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi,
diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.
2. Kegiatan
Tugas terstruktur
Bagi sekolah yang
menerapkan sistem paket, kegiatan tugas terstruktur tidak dicantumkan dalam
jadwal pelajaran namun dirancang oleh guru dalam silabus maupun RPP (Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan
strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti penugasan, observasi
lingkungan, atau proyek.
Bagi sekolah yang
menerapkan sistem SKS, kegiatan tugas terstruktur dirancang dan dicantumkan
dalam jadwal pelajaran meskipun alokasi waktunya lebih sedikit dibandingkan
dengan kegiatan tatap muka. Kegiatan tugas terstruktur merupakan kegiatan
pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik, peran guru
sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang disarankan adalah
diskoveri inkuiri dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori. Metode yang
digunakan seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif,
demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka
atau internet, atau simulasi.
3. Kegiatan
Mandiri Tidak Terstruktur
Kegiatan mandiri tidak
terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru namun tidak
dicantumkan dalam jadwal pelajaran baik untuk sistem paket maupun sistem SKS.
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah diskoveri inkuiri dengan metode
seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
3. Coba
deskripsikan apa yang anda ketahui tentang Pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan dan bagaimana
implementasinya dalam pemanfaatan media di persekolahan tingkat Dasar
a.
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan,
dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si
pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya
menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran
tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka
pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari
siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana
belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya
secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut
hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar.
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak
efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses
pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain
biasa.
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan
pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan
belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan
interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam
pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa
dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
b.
Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
PAKEM?
1) Memahami
sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak
memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak
orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia –
selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut
merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif.
Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga
subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana
pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan
pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan
percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
2) Mengenal
anak secara perorangan
3) Memanfaatkan
perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial,
anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam
bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam
melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau
dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan
baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk
berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga
menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4) Mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini
adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan
alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan
kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri
anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara
lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang
terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …”
lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang
umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5) Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik
merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa
sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil
pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik
dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil
kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar,
peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas
yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat
membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas
suatu masalah.
6) Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik,
sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar
anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai
objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar
sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan
lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa
ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat
men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera),
mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat
tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7) Memberikan
umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan
meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru
kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan
balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu,
cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar
siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru
harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan
catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi
pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8) Membedakan
antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah
merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak.
Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling
berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif
mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan
gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif
mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak
takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah.
Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut,
baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa
takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan.’
c.
Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?
Gambaran
PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN.
Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu
dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh
kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.
4. Berhubungan dengan apakah teori Piaget itu?. Mengapa
teori Piaget itu sangat berpengaruh pada perkembangan intelektual anak?
Piaget paling terkenal karena menyusun
kembali teori is perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahap, memperluas
karya sebelumnya dari James Mark Baldwin, menjadi empat tahap perkembangan yang
lebih kurang sama dengan (1) masa infancy, (2) pra-sekolah, (3) anak-anak, dan
(4) remaja. Masing-masing tahap ini dicirikan oleh struktur kognitif umum yang
mempengaruhi semua pemikiran si anak (suatu pandangan strukturalis yang dipengaruhi
oleh filsuf Immanuel Kant). Masing-masing tahap mewakili pemahaman sang anak
tentang realitas pada masa itu, dan masing-masing kecuali yang terakhir adalah
suatu perkiraan (approximation) tentang realitas yang tidak memadai. Jadi,
perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lainnya disebabkan oleh akumulasi
kesalahan di dalam pemahaman sang anak tentang lingkungan nya; akumulasi ini
pada akhirnya menyebabkan suatu tingkat ketidakseimbangan kognitif yang perlu
ditata ulang oleh struktur pemikiran.
Keempat tahap perkembangan itu digambarkan
dalam teori Piaget sebagai
Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun
(anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari
permanensi obyek)
Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun
(mulai memiliki kecakapan motorik)
Tahap operasional konkret: dari 7 hingga 11
tahun (anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
Tahap operasional formal: setelah usia 11
tahun (perkembangan penalaran abstrak)
5. Coba
buat perbandingan pandangan behaviristik dan konstruktivistik tentang bagaimana
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
MENAFSIR KONSEP BEHAVIORISTIK DAN
KONSTRUKTIVISTIK
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, begitu
definisi pendidikan yang terkandung dalam ketentuan umum di Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, instrument yang digunakan adalah
pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan manusia-manusia cerdas,
kemudian akan menjadi agen perubahan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik.
Paolo Freire seorang tokoh pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang
mempersepsikan manusia dalam dunia pendidikan. Pandangan pertama melihat
manusia sebagai objek, yang dapat dibentuk dan disesuaikan. Pandangan lainnya
melihat manusia sebagai subyek, mahluk yang bebas dan mampu melampaui dunianya.
Proses belajar pada dunia pendidikan
dianggap sebagai transfer of knowledge, beranggapan bahwa peserta didik adalah
botol kosong yang dapat diisi sesuai dengan kehendak guru. Guru dan murid
terlihat seperti relasi antara penguasa dan yang dikuasai. Paradigma ini lebih
dipengaruhi oleh teori behaviorisme. Behaviorisme memandang pengetahuan sebagai
suatu yang eksternal dan proses belajar sebagai kegiatan internalisasi
pengetahuan. Hasil dari proses belajar menurut teori ini adalah perubahan
tingkah laku, layaknya mesin yang dimasukkan program kemudian program itu
berjalan sebagaimana program yang telah dibuat tersebut.
Skinner membedakan dua macam respon.
Pertama, Respondent Response (Reflexive Response) yaitu respon yang ditimbulkan
oleh perangsang-perangsang tertentu (eliciting stimuli), pada umumnya
perangsang tersebut bersifat mendahului respon yang ditimbulkan, misalnya
makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Operant Response (Instrumental
Response) adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang-perangsang tertentu (reinforcing stimuli atau reinforcer), karena
perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
organisme.
Kaum Behavioris juga beranggapan bahwa
seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement
(penguatan atau bantuan) yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Mereka
beranggapan bahwa semua manusia adalah robot mesin yang menolak kebebasan dan
sifat spontanitas serta tidak memiliki insiatif. Namun teorinya mendapat banyak
tentangan dari berbagai kalangan karena dalam teorinya mengesampingkan segi
biologi dalam perilaku.
Sebagai anti tesis dari behaviorime, lahir
konstruktivisme yang beranggapan bahwa peserta belajar adalah organisme aktif
serta dengan usahanya dapat menciptakan makna tersendiri sebagai hasil dari
proses belajar. Paham ini melihat peserta didik adalah subyek (pelaku) dalam
proses belajar, dilandasi oleh teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa
pebelajar menciptakan pengetahuan saat berusaha memahami
pengalaman-pengalamannya. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky
menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan
(konstruktivisme sosial) sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi
individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Kaum Konstruktivisme beranggapan bahwa
pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran
siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Relasi yang terbangun adalah
guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta
didik. Teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya
pengemudi sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka
peroleh dalam sebuah proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus
melakukan re-interpretasi pengetahuan dalam sebuah siklus belajar-mengajar.
Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan unik
dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu
proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus
membangun arti baru.
Jika output dari pendidikan Indonesia
adalah menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan hidup yang dihadapi, bukan hanya mesin atau
robot yang mudah digerakkan kesana kemari, maka teori konstruktivisme patut
dijadikan landasan dalam dunia pendidikan kita.
1 komentar
ada enggak contoh latihan seperti soal dan jawabanya
Posting Komentar