Minggu, 29 Agustus 2010
Pengembangan Karakter Siswa melalui Inovasi Pembelajaran IPA Berbasis CTL
Pengembangan Karakter Siswa melalui Inovasi Pembelajaran
IPA Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning)
Herawati Susilo
Setiap guru IPA diharapkan selalu belajar sepanjang hayat, termasuk belajar bagaimana membelajarkan siswanya IPA dengan lebih baik dan menarik, sehingga siswanya mengembangkan karakternya, menyukai pembelajaran IPA dan mau mempelajarinya dengan senang hati sebagai suatu bekal hidup. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan inovasi pembelajaran IPA berbasis CTL. Inovasi pembelajaran adalah implementasi suatu ide atau gagasan baru pada tataran mikro di kelas dalam rangka meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Gagasan baru itu dapat diperoleh dari mengadopsi, mengadaptasi apa yang sudah ada, ataupun menciptakan suatu cara baru membelajarkan siswa. Guru berubah perannya, tidak lagi mengajar (teaching), tetapi memfasilitasi siswanya mengalami proses belajar (learning). Guru berperan sebagai model, yang memberi teladan bagaimana belajar sepanjang hayat dengan antusias, menciptakan kondisi yang kondusif untuk belajar agar siswa dapat mengalami pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan (PAKEM). Sedapat mungkin guru juga sekaligus mengembangkan karakter siswanya. Terdapat berbagai inovasi pembelajaran yang dapat dipilih guru, yang diutamakan di sini adalah berbasis CTL, yang memiliki ciri pemodelan, konstrukstivisme, menggunakan pertanyaan, mengembangkan kemampuan berinkuiri, membentuk masyarakat belajar, refleksi, dan asesmen autentik.
Kata-kata kunci: Inovasi pembelajaran, IPA, CTL
Pada tanggal 2 Mei 2010 tepatnya pada hari Pendidikan Nasional, dicanangkan pendidikan karakter menuju peradaban bangsa. Pendidikan karakter ini sangat ideal diterapkan melalui pembelajaran IPA karena melalui pendidikan IPA siswa diharapkan tidak saja mempelajari produk-produk IPA (fakta, konsep, prinsip, teori), tetapi juga mempelajari IPA sebagai keterampilan proses (keterampilan mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, menyimpulkan, dan keterampilan melakukan percobaan ilmiah) dan sikap ilmiah (tekun, cermat, jujur, objektif, dst.), dan untuk diterapkan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Banyak dari antara keterampilan proses maupun sikap ilmiah itu yang sekaligus merupakan karakter yang ingin dikembangkan. Dalam panduan pendidikan karakter yang dikeluarkan Direktorat SMP ternyata bahwa melalui Pendidikan IPA diharapkan dapat dikembangkan karakter siswa yang berupa nilai-nilai utama ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, dan cinta ilmu. Pengembangan karakter itu secara eksplisit disebutkan, diharapkan dilaksanakan melalui pembelajaran kontekstual. Memang, pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membekali siswa kemampuan untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai latar di dalam maupun di luar sekolah sebagai upaya mengatasi dan memecahkan masalah yang disimulasikan atau masalah hidup yang sesungguhnya.
Pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa dapat memproses pengetahuan baru yang dapat dikaitkan dengan apa yang mereka ketahui dan yang mereka kenal di lingkungan mereka. Siswa akan dapat belajar dengan lebih berkesan jika lingkungan pembelajaran memberi makna dalam pembelajaran yang sedang berjalan. Guru diharapkan memasukkan unsur-unsur dunia nyata dalam pembelajaran supaya siswa dapat menghubungkan pembelajaran mereka dengan situasi nyata.
Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa dengan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat menjadi CTL diharapkan guru dapat mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Motto pembelajaran kontekstual ”studensts learn best by actively constructing their own understanding”
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2001:4). Dengan demikian, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan berpikir kehidupan jangka panjangnya. Karena itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya menciptakan lingkungan alamiah dalam proses belajar agar kelas lebih ”hidup” dan lebih ”bermakna” karena siswa ”mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bila pembelajaran kontekstual diterapkan dengan benar/sesuai yang seharusnya, diharapkan siswa akan terlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada di lingkunganya.
Untuk itu, guru perlu memahami konsep pendekatan kontekstual dan dapat menerapkannya dengan benar. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa belajar merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional. Materi pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya sehingga pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru yang dimanfaatkan untuk penyelesaian masalah baik secara individu maupun kelompok. Quantum Teaching mengenalkan asas ”Bawalah mereka dari dunia mereka ke dunia kita, kemudian antarkan mereka dari dunia kita ke dunia mereka kembali (DePorter, 2002).
Hakikat pembelajaran kontekstual dikembangkan untuk meningkatkan kinerja kelas. Kelas yang ”hidup” diharapkan dapat menghasilkan output yang bermutu tinggi. Pembelajaran kontekstual berakar dari filsafat progresivisme John Dewey (1916), yang memiliki pokok pandangan sebagai berikut:
• siswa belajar dengan baik jika mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
• siswa harus bebas agar bisa berkembang wajar.
• penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
• guru sebagai pembimbing dan peneliti.
• harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat
• sekolah progresif memiliki laboratorium untuk melakukan eksperimen
Menurut Nurhadi (2004), pendekatan kontekstual dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yang efektif yaitu: konstruktivisme, bertanya, inkuiri, learning community, modeling, refleksi, authentic assesment.
Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Tujuh komponen utama secara singkat dijelaskan sebagai berikut (Kemendiknas, 2010).
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstrukstivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka. Seorang guru perlu mempelajari budaya, pengalaman hidup dan pengetahuan, kemudian menyusun pengalaman belajar yang memberi siswa kesempatan baru untuk memperdalam pengetahuan tersebut.
Pemahaman konsep yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar autentik dan bermakna dengan cara guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mendorong aktivitas berpikirnya. Pembelajaran hendaknya dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Pembelajaran dirancang dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan gagasan, dan sebagainya.
Tugas guru dalam pembelajaran konstruktivis adalah memfasilitasi proses pembelajaran dengan:
(a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(b) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
(c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2. Bertanya (Questioning)
Penggunaan pertanyaan untuk menuntun berpikir siswa lebih baik daripada sekedar memberi siswa informasi untuk memperdalam pemahaman siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang fenomena, belajar bagaimana menyusun pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar untuk saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan penjelasan. Pertanyaan digunakan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(a) menggali informasi, baik teknis maupun akademis
(b) mengecek pemahaman siswa
(c) membangkitkan respon siswa
(d) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
(e) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
(f) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(g) menyegarkan kembali pengetahuan siswa
3. Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, yang diawali dengan pengamatan dari pertanyaan yang muncul. Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut didapat melalui siklus menyusun dugaan, menyusun hipotesis, mengembangkan cara pengujian hipotesis, membuat pengamatan lebih jauh, dan menyusun teori serta konsep yang berdasar pada data dan pengetahuan.
Di dalam pembelajaran berdasarkan inkuiri, siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis saat mereka berdiskusi dan menganalisis bukti, mengevaluasi ide dan proposisi, merefleksi validitas data, memproses, membuat kesimpulan. Kemudian menentukan bagaimana mempresentasikan dan menjelaskan penemuannya, dan menghubungkan ide-ide atau teori untuk mendapatkan konsep.
Langkah-langkah kegiatan inkuiri:
a) merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b) Mengamati atau melakukan observasi
c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain
d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah sekelompok siswa yang terikat dalam kegiatan belajar agar terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa harus mempunyai kesempatan untuk bicara dan berbagi ide, mendengarkan ide siswa lain dengan cermat, dan bekerjasama untuk membangun pengetahuan dengan teman di dalam kelompoknya. Konsep ini didasarkan pada ide bahwa belajar secara bersama lebih baik daripada belajar secara individual.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu. Semua pihak mau saling mendengarkan.
Praktik masyarakat belajar terwujud dalam:
(a) Pembentukan kelompok kecil
(b) Pembentukan kelompok besar
(c) Mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, petani, polisi, dan lainnya)
(d) Bekerja dengan kelas sederajat
(e) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
(f) Bekerja dengan masyarakat
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan siswa untuk berpikir dengan mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan apa yang akan dikerjakan siswa. Pada saat pembelajaran, sering guru memodelkan bagaimana agar siswa belajar. Guru menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Contoh praktik pemodelan di kelas : guru mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi memungkinkan cara berpikir tentang apa yang telah siswa pelajari dan untuk membantu siswa menggambarkan makna personal siswa sendiri. Di dalam refleksi, siswa menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman serta berpikir tentang apa yang siswa pelajari, bagaimana merasakan, dan bagaimana siswa menggunakan pengetahuan baru tersebut. Refleksi dapat ditulis di dalam jurnal, bisa terjadi melalui diskusi, atau merupakan kegiatan kreatif seperti menulis puisi atau membuat karya seni.
Realisasi refleksi dapat diterapkan, misalnya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Hal ini dapat berupa:
(a) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa hari ini
(b) catatan atau jurnal di buku siswa
(c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini
(d) diskusi
(e) hasil karya
7. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, atau mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana siswa menyelesaikan masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaian.
Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami, tidak hanya mentransfer dan mengkopi dari guru. Siswa dilatih untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan masalah yang memang ada dalam dunia nyata. siswa tidak belajar dalam proses seketika, tetapi diperoleh sedikit demi sedikit. kemajuan diukur dari proses, kinerja dan produk, berbasis pada prinsip authentic assesment.
Siswa diajarkan mengenai apa makna belajar, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya (Nurhadi, 2002:4). Peran guru dalam pembelajaran kontekstual adalah sebagai pengarah dan pembimbing.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson ada delapan komponen utama dalam pembelajaran kontekstual
1. Melakukan hubungan bermakna (making meaningful connection).
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara insividual, orang yang dapat bekerja sendiri atau kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work).
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuan, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasil yang sifatnya nyata.
3.Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
4.Bekerja sama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling bekomunikasi.
5.Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif yaitu dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunkan logika dan bukti-bukti.
6. memelihara pribadi siswa (nurturing the individual)
Siswa memelihara pribadinya yaitu mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa menghormati temannya dan orang dewasa. Namun siswa tidak akan berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
7.Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Siswa mengenal dan mencapai setandar yang tinggi yaitu mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
8.Menggunakan penilaian yang autentik (using authentic assesment)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk tujuan bermakna misalnya siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang mereka terima.
Kata Kunci Pembelajaran Kontekstual: Real World Learning, Mengutamakan Pengalaman Nyata (Siswa Belajar Dari Mengalami dan Mengutarakan Sendiri), Berpikir Tingkat Tinggi, Berpusat Pada Siswa, Siswa Aktif, Kritis dan Kreatif , Pengetahuan Bermakna Dalam Kehidupan, Dekat dengan Kehidupan Nyata, Perubahan Perilaku, Siswa Praktik Bukan Menghafal, Learning Bukan Teaching, Pendidikan (Education) Bukan Pengajaran (Instruction), Pembentukan Manusia, Memecahkan Masalah, Siswa Aktif Guru Mengarahkan, Hasil Belajar Diukur Dari Berbagai Cara Bukan Hanya Dari Tes.
Model Pembelajaran Inovatif.
Terdapat beberapa cara pengembangan model pembelajaran inovatif, yaitu melalui, pengadopsian, pengadaptasian, atau penciptaan model baru dari ide guru sendiri penerjemahan, termasuk penggabungan model yang sudah ada. Di dalam istilah hak kekayaan intelektual (HAKI), pengembangan model pembelajaran tergolong ke dalam hak cipta yang kepemilikannya ada pada pencipta. Terdapat beragam jenis ciptaan yang hak ciptanya dapat dimiliki oleh pencipta, yakni pengadopsian, pengadaptasian, penciptaan baru, dan penggabungan model-model pembelajaran yang sudah ada. Pengadopsian model yang sudah ada merupakan cara yang paling mudah, disusul pengadaptasian, penciptaan baru, dan penggabungan model-model yang sudah ada.
a. Pengadopsian
Pengadopsian adalah proses mengembangkan model pembelajaran melalui cara mengambil gagasan atau bentuk dari suatu karya yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, guru mengadopsi gagasan atau bentuk model pembelajaran IPA yang telah dikembangkan oleh orang lain lalu menerapkannya di kelasnya persis seperti yang digambarkan oleh pencipta modelnya.
b. Pengadaptasian
Pengadaptasian adalah proses pengembangan model pembelajaran yang didasarkan atas materi pembelajaran yang sudah ada, menjadi model pembelajaran yang berbeda dengan karya yang diadaptasi. Misalnya, model pembelajaran IPA diadaptasi dari model dari luar negeri, yang disesuaikan dengan kepentingan mengajar guru dan kepentingan belajar siswa.
c. Penciptaan baru
Guru dapat menciptakan model pembelajaran yang idenya dipikirkannya sendiri, demikian pula namanya atau singkatan nama modelnya. Misalnya, ada model pembelajaran yang oleh penciptanya (Corebima), diberi nama PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) yaitu suatu model pembelajaran yang sama sekali tidak mengandung kalimat-kalimat pernyataan, tetapi berupa kalimat-kalimat pertanyaan atau penugasan. Tujuannya adalah mengembangan kemampuan berpikir siswanya.
d. Penggabungan Model Pembelajaran yang telah ada
Berbagai penggabungan model pembelajaran dapat dipikirkan dan dicobakan oleh guru dalam membelajarkan siswanya. Dalam menggabungkan model pembelajaran, perlu dipikirkan kira-kira kelemahan apa yang ada pada model yang satu yang dapat ditutupi atau dikurangi dengan menggabungkannya dengan model yang lainnya. Misalnya, guru menggabungkan PBMP dengan TPS (Think Pair Share) agar siswa memperoleh kesempatan mengerjakan Lembar Kerjanya, kemudian mendiskusikan hasilnya dengan teman sebangkunya sebelum memberitahukan hasil diskusi tersebut ke seluruih kelas.
Prinsip penerapan pembelajaran kontekstual
• Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa.
• Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning groups).
• Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning)
• Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student).
• Memperhatikan multi-intelegensi (multiple intelligences) siswa.
• Menggunakan teknik-teknik bertanya (questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
• Menerapkan penilaian autentik/mengevaluasi penerapan pengetahuan dan berpikir kompleks siswa (authentic assesment)
Tugas guru IPA kelas IX adalah memeriksa materi pembelajaran IPA dan memikirkan bagaimana masing-masing materi itu dapat dibelajarkan secara kontekstual dengan memperhatikan ciri-ciri pembelajaran yang kontekstual.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Inovatif berbasis CTL
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran inovatif dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Berikut adalah deskripsi singkat cara integrasi yang dimaksudkan.
Perencanaan Pembelajaran
Pada tahap ini silabus, RPP, dan bahan ajar disusun. Baik silabus, RPP, dan bahan ajar dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi/berwawasan pendidikan karakter. Cara yang mudah untuk membuat silabus, RPP, dan bahan ajar yang berwawasan pendidikan karakter adalah dengan mengadaptasi silabus, RPP, dan bahan ajar yang telah dibuat/ada dengan menambahkan/mengadaptasi kegiatan pembelajaran yang bersifat memfasilitasi dikenalnya nilai-nilai, disadarinya pentingnya nilai-nilai, dan diinternalisasinya nilai-nilai. Guru perlu memikirkan bagaimana silabus, RPP, dan bahan ajar yang telah mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalamnya.
1. Silabus
Silabus dikembangkan dengan rujukan utama Standar Isi (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006). Silabus memuat SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dirumuskan di dalam silabus pada dasarnya ditujukan untuk memfasilitasi siswa menguasai SK/KD. Agar juga memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang membantu siswa mengembangkan karakter, setidak-tidaknya perlu dilakukan perubahan pada tiga komponen silabus berikut:
a. Penambahan dan/atau modifikasi kegiatan pembelajaran sehingga ada kegiatan pembelajaran yang mengembangkan karakter
b. Penambahan dan/atau modifikasi indikator pencapaian sehingga ada indicator yang terkait dengan pencapaian siswa dalam hal karakter
c. Penambahan dan/atau modifikasi teknik penilaian sehingga ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan dan/atau mengukur perkembangan karakter
Penambahan dan/atau adaptasi kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan teknik penilaian harus memperhatikan kesesuaiannya dengan SK dan KD yang harus dicapai oleh peserta didik. Kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan teknik penilaian yang ditambahkan dan/atau hasil modifikasi tersebut harus bersifat lebih memperkuat pencapaian SK dan KD tetapi sekaligus mengembangkan karakter.
2. RPP
RPP disusun berdasarkan silabus yang telah dikembangkan oleh sekolah. RPP secara umum tersusun atas SK, KD, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian. Seperti yang terumuskan pada silabus, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian yang dikembangkan di dalam RPP pada dasarnya dipilih untuk menciptakan proses pembelajaran untuk mencapai SK dan KD. Oleh karena itu, agar RPP memberi petunjuk pada guru dalam menciptakan pembelajaran yang berwawasan pada pengembangan karakter, RPP tersebut perlu diadaptasi. Seperti pada adaptasi terhadap silabus, adaptasi yang dimaksud antara lain meliputi:
a. Penambahan dan/atau modifikasi kegiatan pembelajaran sehingga ada kegiatan pembelajaran yang mengembangkan karakter
b. Penambahan dan/atau modifikasi indikator pencapaian sehingga ada indicator yang terkait dengan pencapaian siswa dalam hal karakter
c. Penambahan dan/atau modifikasi teknik penilaian sehingga ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan dan/atau mengukur perkembangan karakter
3. Bahan/buku ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti.
Melalui program Buku Sekolah Elektronik (BSE) atau buku murah, dewasa ini Depdiknas telah membeli hak cipta sejumlah buku ajar dari hampir semua mata pelajaran yang telah memenuhi kelayakan pemakaian berdasarkan penilaian BSNP dari para penulis. Guru dianjurkan menggunakan buku-buku tersebut dalam proses pembelajaran. Untuk membantu sekolah mengadakan buku-buku tersebut, pemerintah telah memberikan BOS Buku kepada sekolah.
Walaupun buku-buku tersebut telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan - yaitu kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan grafika – bahan-bahan ajar tersebut masih belum secara memadai mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan pembelajaran dengan berpatokan pada kegiatan-kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan dengan apa-apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya adalah dengan mengadaptasi atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai.
Sebuah kegiatan belajar (task), baik secara eksplisit atau implisit terbentuk atas enam komponen. Komponen-komponen yang dimaksud adalah:
1. Tujuan
2. Input
3. Aktivitas
4. Setting
5. Peran guru
6. Peran peserta didik
Dengan demikian, perubahan/adaptasi kegiatan belajar yang dimaksud menyangkut perubahan pada komponen-komponen tersebut.
Secara umum, kegiatan belajar yang potensial dapat mengembangkan karakter siswa memenuhi prinsip-prinsip atau kriteria berikut.
1. Tujuan
Dalam hal tujuan, kegiatan belajar yang menanamkan nilai adalah apabila tujuan kegiatan tersebut tidak hanya berorientasi pada pengetahuan, tetapi juga sikap. Oleh karenanya, guru perlu menambah orientasi tujuan setiap atau sejumlah kegiatan belajar dengan pencapaian sikap atau nilai tertentu, misalnya kejujuran, rasa percaya diri, kerja keras, ketabahan, kesabaran, saling menghargai, dan sebagainya.
2. Input
Input dapat didefinisikan sebagai bahan/rujukan bagi siswa sebagai titik tolak dilaksanakan aktivitas belajar. Input tersebut dapat berupa teks lisan maupun tertulis, grafik, diagram, gambar, model, charta, benda sesungguhnya, film, dan sebagainya. Input yang dapat memperkenalkan nilai-nilai adalah yang tidak hanya menyajikan subject matter, tetapi yang juga menguraikan nilai-nilai yang terkait dengan subject matter tersebut.
3. Aktivitas
Aktivitas belajar adalah apa yang dilakukan oleh siswa (bersama dan/atau tanpa guru) dengan input belajar untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar yang dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai adalah aktivitas-aktivitas yang antara lain mendorong terjadinya autonomous learning dan bersifat learner-centered. Pembelajaran yang memfasilitasi autonomous learning dan berpusat pada siswa secara otomatis akan membantu siswa memperoleh banyak nilai. Contoh-contoh aktivitas belajar yang memiliki sifat-sifat demikian antara lain diskusi, eksperimen, pengamatan/observasi, debat, presentasi oleh siswa, dan mengerjakan proyek.
4. Setting
Setting berkaitan dengan kapan dan di mana kegiatan dilaksanakan, berapa lama, apakah secara individu, berpasangan, atau dalam kelompok. Masing-masing setting berimplikasi terhadap nilai-nilai yang terdidik. Setting waktu penyelesaian tugas yang pendek (sedikit), misalnya akan menjadikan siswa terbiasa kerja dengan cepat sehingga menghargai waktu dengan baik. Sementara itu kerja kelompok dapat menjadikan siswa memperoleh kemampuan bekerjasama, saling menghargai, dan lain-lain.
5. Peran guru
Peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit. Pernyataan eksplisit peran guru pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran guru pada kebanyakan kegiatan pembelajaran apabila buku guru tidak tersedia.
Peran guru yang memfasilitasi diinternalisasinya nilai-nilai oleh siswa antara lain guru sebagai fasilitator, motivator, partisipan, dan pemberi umpan balik. Mengutip ajaran Ki Hajar Dewantara, guru yang dengan efektif dan efisien mengembangkan karakter siswa adalah mereka yang ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
6. Peran siswa
Seperti halnya dengan peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar, peran siswa biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit juga. Pernyataan eksplisit peran siswa pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran siswa pada kebanyakan kegiatan pembelajaran.
Agar siswa terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan menginternalisasi karakter, siswa harus diberi peran aktif dalam pembelajaran. Peran-peran tersebut antara lain sebagai partisipan diskusi, pelaku eksperimen, penyaji hasil-hasil diskusi dan eksperimen, pelaksana proyek, dsb.
Pelaksanaan Pembelajaran Inovatif Berbasis CTL untuk Pengembangan Karakter Siswa
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar siswa mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik. Diagram 1 berikut menggambarkan penanaman karakter melalui pelaksanaan pembelajaran.
Diagram 1: Penanaman Karakter melalui Pelaksanaan Pembelajaran
1. Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut adalah beberapa contoh.
a. Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
b. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
c. Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius)
d. Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
e. Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
f. Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
g. Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, santun, peduli)
h. Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
i. Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD
2. Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi siswa difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, siswa diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, siswa memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar Proses.
a. Eksplorasi
1) Melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarsiswa serta antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5) Memfasilitasi siswa melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
b. Elaborasi
1) Membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2) Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4) Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5) Memfasilitasi siswa berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6) Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7) Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8) Memfasilitasi siswa melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
9) Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
c. Konfirmasi
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3) Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4) Memfasilitasi siswa untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
b) membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
c) memberi acuan agar siswa dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis);
d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
e) memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
3. Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif selama tahap penutup.
a. Selain simpulan yang terkait dengan aspek pengetahuan, agar siswa difasilitasi membuat pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut.
b. Penilaian tidak hanya mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan karakter mereka.
c. Umpan balik baik yang terkait dengan produk maupun proses, harus menyangkut baik kompetensi maupun karakter, dan dimulai dengan aspek-aspek positif yang ditunjukkan oleh siswa.
d. Karya-karya siswa dipajang untuk mengembangkan sikap saling menghargai karya orang lain dan rasa percaya diri.
e. Kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok diberikan dalam rangka tidak hanya terkait dengan pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga kepribadian.
f. Berdoa pada akhir pelajaran.
Modeling Pengembangan Karakter melalui Pembelajaran Inovatif Berbasis CTL.
Menurut Kemendiknas, (2010), ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai. Pertama, guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
Ketiga, harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.
Selain itu, setiap kali guru memberi umpan balik dan/atau penilaian kepada siswa, guru harus mulai dari aspek-aspek positif atau sisi-sisi yang telah kuat/baik pada pendapat, karya, dan/atau sikap siswa. Guru memulainya dengan memberi penghargaan pada hal-hal yang telah baik dengan ungkapan verbal dan/atau non-verbal dan baru kemudian menunjukkan kekurangan-kekurangannya dengan ‘hati’. Dengan cara ini sikap-sikap saling menghargai dan menghormati, kritis, kreatif, percaya diri, santun, dan sebagainya akan tumbuh subur.
A. Evaluasi Pencapaian Belajar
Pada dasarnya authentic assessment diaplikasikan. Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur pencapaian akademik/kognitif siswa, tetapi juga mengukur perkembangan kepribadian siswa. Bahkan perlu diupayakan bahwa teknik penilaian yang diaplikasikan mengembangkan kepribadian siswa sekaligus.
Pedoman penilaian untuk lima kelompok mata pelajaran yang diterbitkan oleh BSNP (2007) menyebutkan bahwa sejumlah teknik penilaian dianjurkan untuk dipakai oleh guru menurut kebutuhan. Tabel 1 menyajikan teknik-teknik penilaian yang dimaksud dengan bentuk-bentuk instrumen yang dapat dikembangkan oleh guru.
Di antara teknik-teknik penilaian tersebut, beberapa dapat digunakan untuk menilai pencapaian siswa baik dalam hal pencapaian akademik maupun kepribadian. Teknik-teknik tersebut terutama observasi (dengan lembar observasi/lembar pengamatan), penilaian diri (dengan lembar penilaian diri/kuesioner), dan penilaian antarteman (lembar penilaian antarteman).
Tabel 1. Teknik dan bentuk instrumen penilaian
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Tes Tertulis • Pilihan ganda
• Benar-salah
• Menjodohkan
• Pilihan singkat
• Uraian
Tes Lisan • Daftar pertanyaan
Tes Kinerja • Tes tulis keterampilan
• Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Tes uji petik kerja
Penugasan individual atau kelompok • Pekerjaan rumah
• Proyek
Observasi • Lembar observasi/lembar pengamatan
Penilaian portofolio • Lembar penilaian portofolio
Jurnal • Buku catatan jurnal
Penilaian diri • Lembar penilaian diri/kuesioner
Penilaian antarteman • Lembar penilaian antarteman
Berikut adalah contoh instrumen (penilaian diri) yang dapat dipakai, diadaptasi, dan dikembangkan lebih lanjut oleh sekolah dalam melakukan penilaian.
How much do you improve in the following aspects after learning the materials in this unit? Put a tick (√) in the appropriate box.
No. Aspect Very Much Much Little
1. Asking for opinions
2. Giving opinions
3. Asking about facts
4. Giving facts
5. Patience
6. Independence
7. Confidence
8. … .
B. Tindak Lanjut Pembelajaran
Tugas-tugas penguatan (terutama pengayaan) diberikan untuk memfasilitasi siswa belajar lebih lanjut tentang kompetensi yang sudah dipelajari dan internalisasi nilai lebih lanjut. Tugas-tugas tersebut antara lain dapat berupa PR yang dikerjakan secara individu dan/atau kelompok baik yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang singkat ataupun panjang (lama) yang berupa proyek. Tugas-tugas tersebut selain dapat meningkatkan penguasaan yang ditargetkan, juga menanamkan nilai-nilai.
DAFTAR RUJUKAN
Kemendiknas (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta:Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Diposting oleh
Pak Bambang
di
19.33
0 komentar
Posting Komentar