Advertise

Free Download PTK

Silahkan Download PTK TK, SD, SMP, SMA, SMK dan Skripsi PTK untuk Mata Pelajaran PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Matematika, IPA, Fisika, Biologi, Kimia, IPS, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi.

Free Download PTK

Silahkan Download PTK TK, SD, SMP, SMA, SMK dan Skripsi PTK untuk Mata Pelajaran PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Matematika, IPA, Fisika, Biologi, Kimia, IPS, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi..

Free Download PTK

Silahkan Download PTK TK, SD, SMP, SMA, SMK dan Skripsi PTK untuk Mata Pelajaran PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Matematika, IPA, Fisika, Biologi, Kimia, IPS, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi.

Free Download PTK

Silahkan Download PTK TK, SD, SMP, SMA, SMK dan Skripsi PTK untuk Mata Pelajaran PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Matematika, IPA, Fisika, Biologi, Kimia, IPS, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi.

Free Download PTK

Silahkan Download PTK TK, SD, SMP, SMA, SMK dan Skripsi PTK untuk Mata Pelajaran PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Matematika, IPA, Fisika, Biologi, Kimia, IPS, Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi..

Minggu, 28 April 2013

ULANGAN HARIAN IPA KELAS 7 ONLINE

UJI KOMPETENSI ONLINE

ANGKET PTK UNTUK SISWA

Lampiran 4
ANGKET SISWA
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
KELAS VIII SMPN 1
1. Mata Pelajaran        : Teknologi Informasi Dan Komunikasi
2. Nama Sekolah        : SMP Negeri
3. Siklus            : 1 (satu)
4. Hari / Tanggal / Waktu    : Senin, 4 Agustus 2008
5. Nama Peneliti        :


A. Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat anda !
    
     1. Apakah anda berpartisipasi aktif dalam kelompok ?
a.    Ya
b.    Tidak

     2. Apakah anda mendapatkan pembagian tugas dalam kelompok ?
a.    Ya
b.    Tidak

    3. Apakah anda kerjasama dalam kelompok pembahasan soal ?
a.    Ya
b.    Tidak

     4. Apakah anda ikut mengerjakan tugas dalam kelompok ?
a.    Ya
b.    Tidak

     5. Apakah anda mengajukan pertanyaan jika ada kesulitan dalam kerja kelompok ?
a.    Ya
b.    Tidak

     6. Apakah anda mengerjakan semua soal yang diberikan oleh Guru ?
a.    Ya
b.    Tidak

     7. Apakah anda mengerjakan semua tugas ?
a.    Ya
b.    Tidak


     8. Apakah anda merasa senang dengan metode diskusi dan pemberian tugas ?
a.    Ya
b.    Tidak

     9. Apakah tugas yang diberikan sesuai dengan materi yang diajarkan ?
a.    Ya
b.    Tidak

  10. Apakah metode pemberian tugas terpadu yang diberikan kepada anda dapat    memudahkan memahami konsep Teknologi Informasi Dan Komunikasi ?
a.    Ya
b.    Tidak


B. Jawablah pertanyaan berikut :

    11. Tulislah kendala-kendala / kesulitan-kesulitan yang anda jumpai waktu mengerjakan tugas !

    12. Tulislah kesan-kesan anda setelah mengerjakan tugas !

             Jawab : ……………………………………………………………………………….
        ………………………………………………………………………………

Jumat, 26 April 2013

Laporan PTK Bahasa Jawa PENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA TEMBANG DOLANAN MELALUI METODE BISIK BERANTAI SISWA KELAS 8-G SMP NEGERI 1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai orang Jawa, sudah selayaknya dapat menguasai tembang-tembang dolanan, karena dalam kehidupan masyarakat Jawa tembang-tembang dolanan itu sudah begitu menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, sudah selayaknya dapat menguasai tembang-tembang dolanan, karena dalam kehidupan masyarakat Jawa tembang-tembang dolanan itu sudah begitu menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, apalagi anak-anak. Mereka sejak kecil sudah diperdengarkan lagu-lagu dolanan tersebut melalui suara ibu.
Dengan adanya kemajuan teknologi, budaya Jawa semakin tergeser terutama tembang dolanan yang dulu sering didengar dari orangtua, guru, radio dan ketika bulan purnama banyak anak-anak bermain di halaman rumah atau di tanah lapang yang luas, berlari-lari baik laki-laki maupun perempuan bermain bersama sambil menyanyikan tembang-tembang dolanan sesuai dengan permainan yang dimainkan, misalnya bermain jamuran maka tembang yang dinyanyikan juga tembang jamuran, bermain cublak-cublak suweng maka tembang yang dinyanyikannya juga tembang cublak-cublak suweng.
Kini dengan gemerlapnya lampu, dengan tehnologi yang maju tembang-tembang tersebut jarang terdengar bahkan sampai menghilang dari pendengaran kita. Sebagian anak-anak sekarang dalam menyanyikan lagu sudah tidak bernafaskan dunia anak-anak, lagu yang disenandungkan lagu-lagu orang dewasa yang dinyanyikan anak-anak. Oleh karena itu pantaslah bila anak-anak sekarang tidak bisa melagukan tembang-tembang Jawa khususnya tembang-tembang dolanan.
Rendahnya kemampuan membaca tembang dolanan siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung disebabkan oleh : siswa tidak menguasai titilaras, siswa tidak mengenal ciri-ciri tembang dolanan, siswa tidak mengenal jenis-jenis tembang dolanan. Dalam membaca titilaras siswa merasa kesulitan sebab mereka sudah terbiasa membaca not-not bahasa Indonesia yakni : do,re,mi,fa,sol.la,si, do bukan ji,ro,lu,ma,nem,pi,ji,ro,lu. Ini merupakan hal baru bagi siswa, hal yang selama ini belum pernah didengarkan dan dipelajarinya. Tentu saja ini bukan hal yang mudah diterima oleh siswa, diperlukan ketelatenan dalam mempelajarinya. Jenis-jenis tembang Jawa ada 4 macam, yaitu tembang gedhe, tembang tengahan, tembang macapat dan tembang dolanan. Masing-masing mempunyai ciri sendiri-sendiri, tembang gedhe digunakan untuk mbawani gendhing-gendhing Jawa,tembang tengahan sudah jarang digunakan, sekarang malah digabung dengan tembang macapat, tembang macapat terikat dengan aturan-aturan tertentu yaitu : guru gatra,guru lagu dan guru wilangan sedangkan tembang dolanan bersifat riang, kata-katanya mudah dimengerti anak-anak. Hal yang demikian ini masih belum dimengerti anak-anak sehingga anak-anak tidak mengenal ciri-ciri tembang dolanan dengan baik. Tembang dolanan banyak sekali jenisnya,antara lain : Kidang Talun, Pitik Tukung, Padhang Bulan, Jamuran, Sar-sur Kulonan, Cublak-cublak suweng, Kate-kate Dipanah, Kupu Kuwe, Gajah-gajah dan masih banyak lagi yang lain, hanya satu atau dua saja yang pernah didengar anak-anak jaman sekarang. Mereka lebih mengenal lagu-lagu pop orang dewasa yang sering dilihat dan didengar setiap hari baik dari siaran radio maupun televisi. Dalam bersenandungpun mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut dan mereka cepat sekali menghapal syair-syair yang ada dalam lagu-lagu orang dewasa. Anak-anak memrmasa bangga bila mereka bisa menyanyikan lagu-lagu pop baru, sebaliknya mereka merasa malu bila bersenandhung dengan tembang-tembang dolanan, karena akan dicap ketinggalan jaman, tidak modern.
Banyak Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan tembang dolanan antara lain : dengan mendengarkan rekaman lewat tape recorder, lewat VCD, lewat pemodelan dan menggunakan permainan bisik berantai. Metode Bisik berantai inilah yang akan peneliti gunakan untuk memecahkan masalah yang ada karena dengan permainan Bisik Berantai dirasa siswa lebih bebas dalam mempelajari materi membaca tembang dolanan, sambil bermain mereka juga belajar sehingga mereka cepat menguasai materi membaca tembang-tembang dolanan. Walaupun Metode Bisik Berantai bukan satu-satunya metode untuk mengajarkan tembang dolanan yang terbaik namun peneliti ingin menerapkanmetode Bisik Berantai sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan ini.
Peneliti akan mendeskripsikan penelitian yang peneliti kerjakan di kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung pada tahun pelajaran 2012-2013. Dalam penelitian ini peneliti sampai pada sebuah simpulan bahwa Metode Bisik Berantai mampu memberikan pengkondisian yang baru dalam kegiatan belajar-mengajar. Kegiatan penelitian ini memiliki judul :  PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA TEMBANG DOLANAN MELALUI METODE BISIK BERANTAI SISWA KELAS 8-G SMP NEGERI 1 MOJOAGUNG TAHUN PELAJARAN 2012-2013.

B. Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
(1)    Bagaimanakah Peningkatan kemampuan membaca tembang dolanan siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung melalui metode bisik berantai?
(2)    Bagaimanakah peningkatan aktivitas guru dalam pembelajaran keterampilan membaca tembang dolanan pada siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung melalui metode Bisik Berantai?
(3)    Bagaimanakah peningkatan aktivitas siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung dalam pembelajaran keterampilan Membaca Tembang Dolanan Melalui Metode Bisik Berantai?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut.
(1)    Menghasilkan Deskripsi atau mendiskripsikan / mengetahui dan mendeskripsikan Tentang Peningkatan Keterampilan Membaca Tembang Dolanan Siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung melalui permainan bisik berantai.
(2)    Mendeskripsikan peningkatan aktivitas guru dalam pembelajaran keterampilan Membaca Tembang Dolanan Siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung Melalui Permainan Bisik Berantai.
(3)    Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung dalam Pembelajaran Keterampilan Membaca Tembang Dolanan Melalui Permainan Bisik Berantai.

D. HIPOTESIS TINDAKAN DAN RENCANA PEMECAHAN MASALAH.
Penerapan metode bisik berantai dapat meningkatkan kemampuan membaca tembang dolanan siswa kelas 8-G SMP Negeri 1 Mojoagung.
Langkah-langkah pembelajaran :
1.    Siswa dengan cermat mendengarkan penjelasan guru tentang tembang dolanan.
2.    Bertanya jawab tentang ciri-ciri tembang dolanan.
3.    Bertanya jawab tentang contoh tembang dolanan.
4.    Secara Bisik berantai siswa melagukan tembang dolanan.
E. Manfaat Penelitian
    Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.    Bagi Guru
Meningkatkan kemampuan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada kegiatan belajar mengajar (KBM) Mata Pelajaran Bahasa Jawa khususnya pada pembelajaran melalui Metode Bisik Berantai pada siswa kelas 8 Sekolah Menengah Pertama.
2.    Bagi Siswa
Meningkatkan pemahaman materi membaca tembang dolanan pada pelajaran bahasa Jawa, pada siswa sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM) Mata Pelajajaran Bahasa Jawa melalui metode Bisik Berantai dalam proses pembelajaran dalam kelas yang telah dilakukan bersama.
3.    Bagi Sekolah
Metode Bisik Berantai sebagai salah satu model pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman siswa yang secara nyata terimplementasikan pada tingkat pemahaman materi dalam Mata Pelajaran Bahasa Jawa pada siswa di Sekolah Menengah Pertama yang dapat diaplikasikan secara nyata berdaya guna dan berhasil guna di sekolah masing-masing

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT LANGSUNG DIALOG CERPEN DENGAN MEDIA KOMIK DI KELAS IX SMP NEGERI

ABSTRAK

Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting dan bermanfaat karena dapat mendorong seseorang untuk berkreasi, menyelesaikan studi, menyelesaikan administrasi perkantoran, dan tugas tulis lainnya. Kemampuan menulis ini tidak dikuasai secara otomatis, tetapi perlu dipelajari secara sadar dan sistematis serta diikuti dengan latihan yang intensif. Karena itu, kemampuan menulis ini harus dibina sejak siswa duduk di tingkat sekolah dasar, sampai mereka di perguruan tinggi.
Menulis juga merupakan kemampuan kompleks yang melibatkan berbagai aspek kebahasaan, antara lain penguasaan kosa kata, pemahaman tentang kalimat dan paragraf, penggunaan ejaan, dan kaitan unsur yang satu dengan unsur lainnya dalam membentuk suatu pesan secara utuh. Pembinaan  dan pelatihan menulis harus menjadi upaya serius yang selalu ditinjau ulang dan diperbaiki agar siswa memiliki kompetensi secara maksimal.
Materi  sastra, sebagai bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia, sebenarnya sangat mengasyikkan. Selain mengandung nilai-nilai moral, sosial, etika, estetika, budaya, dan agama materi sastra tersebut juga dapat memperhalus budi pekerti, menambah wawasan, dan sarat pengetahuan. Guru harus memiliki jurus jitu dalam pembelajaran agar suasana kelas menjadi hidup dan tidak texbooks  belaka. Salah satu upaya menyiasati agar siswa senang dan materi tersampaikan secara menyenangkan adalah dengan menggunakan komik, yakni cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Siswa  diminta mengubah cerita di dalam komik menjadi cerpen dengan memperhatikan penulisan kalimat langsung sebagai dialog antartokoh. Padahal, menulis dialog antartokoh ini bukan merupakan hal mudah bagi siswa. Dengan menggunakan komik (yang mengandung ’balon kata’ sebagai materi dialog antartokoh) inilah diharapkan kemampuan siswa dalam menulis kalimat langsung dialog antartokoh pada cerpen dapat ditingkatkan.
Penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen, khususnya menuliskan kalimat langsung sebagai dialog antartokoh. Melalui menulis cerpen dengan mengubah komik, kemampuan menulis siswa mengalami kemajuan signifikan. Peningkatan perolehan nilai rerata kelas dari siklus pertama 53,14 menjadi 71,42 pada siklus ketiga, dan perolehan nilai tes akhir 86,65. Adapun peningkatan nilai mencapai 34,36%, dan 21,32%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa melalui pemanfaatan komik dalam pembelajaran, kemampuan siswa dalam menulis cerpen, khususnya penulisan kalimat langsung dialog antartokoh, mengalami peningkatan signifikan. Karena itu, disarankan agar guru lebih kreatif dalam menyajikan pembelajaran. Melalui berbagai media yang terdapat di lingkungan, disukai, dan menyenangkan, proses dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan.
BAB  I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting dan bermanfaat. Dengan kemampuan itu, seseorang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan pengalamannya kepada orang lain secara tepat tanpa terikat tempat dan waktu (Brotowidjojo, 1985). Di samping itu, kemampuan menulis dapat mendorong seseorang untuk berkreasi, menyelesaikan studi, menyelesaikan administrasi perkantoran, dan tugas tulis lainnya.
Menulis yang sangat penting dan bermanfaat itu bukan kemampuan yang diwariskan turun-temurun dan dapat dikuasai begitu saja. Kemampuan tersebut perlu dipelajari secara sadar dan sistematis serta diikuti dengan latihan yang intensif. Di sisi lain, kemampuan berkomunikasi tertulis secara baik juga tidak dapat dikuasai secara otomatis. Kemampuan itu perlu dipelajari dan dilatihkan dengan sungguh-sungguh. Melalui belajar dan berlatih serta didorong oleh minat dan motivasi yang tinggi dimungkinkan seseorang mampu menulis dengan baik dan benar.
Bertolak dari kenyataan di atas, kemampuan menulis ini harus dibina sejak siswa duduk di tingkat sekolah dasar, sampai mereka di perguruan tinggi (Soedjatmoko, 1978). Hal itu sejalan dengan pendapat Mendikbud (1978) yang mengemukakan bahwa kemampuan menulis tidak saja harus dibina dan ditingkatkan sejak dini, tetapi juga harus diarahkan pada penulisan karya-karya besar (Mendikbud 1978, dalam Halim dan Yayah B.L. (Ed), 1983).
Selain penting dan bermanfaat, menulis juga merupakan kemampuan yang kompleks karena melibatkan penguasaan banyak aspek kebahasaan, di antaranya penguasaan kosa kata, pemahaman tentang kalimat dan paragraf, penggunaan ejaan, dan kaitan unsur yang satu dengan unsur lainnya dalam membentuk suatu pesan secara utuh. Apalagi menulis tergolong keterampilan produktif tulis karena merupakan suatu aktivitas menggunakan bentuk bahasa tulis untuk maksud komunikasi (Akhadiah, dkk., 1989).  Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Keraf (1984) menulis merupakan suatu aktivitas membentuk sintaksis. Aktivitas tersebut melibatkan keterampilan menggunakan pengetahuan dasar kebahasaan ditambah dengan beberapa kemampuan menalar pengetahuan yang baik tentang objek garapannya. Dengan demikian, pembinaan dan pelatihan keterampilan menulis harus menjadi upaya serius yang selalu ditinjau ulang dan diperbaiki agar siswa memiliki kompetensi secara maksimal.
Disebut sebagai keterampilan kompleks karena menulis melibatkan berbagai keterampilan, yaitu keterampilan (a) mengekspresikan ide atau gagasan, (b) mengorganisasikan ide atau gagasan tersebut, (c) menerapkan gramatika dan pola-pola sintaksis, (d) memilih struktur dan kosa kata, dan (e) keterampilan mekanik, yakni keterampilan menggunakan konvensi grafis bahasa (Harris, dalam Zulkifli 1993). Oleh karena itu, kemampuan menulis siswa perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus.
Materi  sastra, sebagai bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia, sebenarnya sangat mengasyikkan. Selain mengandung nilai-nilai moral, sosial, etika, estetika, budaya, dan agama materi sastra tersebut juga dapat memperhalus budi pekerti, menambah wawasan, dan sarat pengetahuan. Namun, jika guru bahasa Indonesia tidak memiliki jurus jitu dalam pembelajaran, suasana kelas menjadi kering dan texbooks  belaka. Oleh karena itu, diperlukan upaya menyiasati agar siswa senang dan materi tersampaikan secara menyenangkan. Jika akan meraih tujuan agar siswa berkompeten dalam bersastra, suasana kondusif ini menjadi syarat mutlak dalam pembelajaran.
Ditinjau dari segi isi, materi sastra meliputi apresiasi dan praktik penulisan karya sastra. Pada pembahasan materi apresiasi, siswa diminta menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra baik berupa prosa, puisi, maupun drama. Pada praktik penulisan karya sastra, siswa diminta menuliskan contoh prosa, puisi, maupun drama. Penulisan contoh puisi, misalnya dengan menuliskan pantun dan puisi bebas. Penulisan prosa, misalnya menulis buku harian dan cerita pendek.
Salah satu standar kompetensi menulis di kelas IX semester I adalah mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek. Dasar kompetensi yang menjadi acuan adalah menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Ditinjau dari segi teknis penulisan, dialog cerpen harus dituliskan menggunakan kalimat langsung. Sementara model penulisan kalimat langsung ini tidak disajikan secara teoretis sehingga tidak dipahami siswa. Di sisi lain, materi  cerita pendek (selanjutnya disingkat ‘cerpen’) tidak selalu berdasarkan pengalaman pribadi, tetapi dapat diaplikasi dari suatu peristiwa yang pernah dibaca. Jenis bacaan siswa selain cerpen atau jenis prosa lain, juga cerita bergambar atau komik.
Komik  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:542) didefinisikan sebagai cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Menurut Atmowiloto (1982) komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalan cerita. Biasanya komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga bentuk buku tersendiri.
Secara awam, seringkali orang tua melarang putra-putrinya membaca komik karena dianggap sebagai hal yang dapat mengganggu konsentrasi belajar. Padahal, komik ini tidak selalu bernilai negatif, dapat menjadi sarana refreshing bagi siswa untuk menghilangkan kejenuhan ataupun mengisi waktu luang, dan dapat memberi inspirasi untuk mencipta karya sastra. Bahkan, ditinjau dari segi proses pembelajaran komik ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana dan media pembelajaran. Hal yang dikatakan oleh pelaku pada komik biasanya dikemas dalam balon kata. Mengubah balon kata pada komik menjadi kalimat langsung sebagai dialog antartokoh inilah yang menjadi sasaran pemanfaatan komik sebagai media dan sarana pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman penulis selama empat tahun terakhir sebagai guru di SMP Negeri    , salah satu kendala yang dialami siswa pada saat menulis cerpen selain menata alur cerita adalah menerapkan ejaan (EYD), khususnya penggunaan tanda-tanda baca dalam penulisan kalimat langsung dan kalimat tidak langsung sebagai bagian dari dialog antarpelaku.  Oleh karena itu, penulis mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan memanfaatkan media komik dalam penelitian berjudul: “Peningkatan Kemampuan Menulis Kalimat Langsung Dialog Cerpen dengan Media Komik di Kelas IX SMP Negeri     Tahun Pelajaran 2007-2008”
Dengan model pembelajaran ini diharapkan suasana pembelajaran menyenangkan dan kondusif sehingga materi pembelajaran mudah diserap dan diingat siswa.  Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pembelajaran dalam kurikulum KBK tahun 2004 yang menyatakan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang memberdayakan semua potensi peserta didik supaya mampu meningkatkan pemahaman pada fakta, konsep, prinsip dalan khasanah keilmuan dan mengembangkan keterampilan berpikir logis, kritis, dan kreatif. (Depdiknas, 2003). Selanjutnya, prinsip dasar ini dikembangkan ke dalam beberapa prinsip pendidikan, yakni (1) berpusat pada siswa, (2) mengembangkan kreativitas siswa, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) menyediakan pengalaman belajar yang beragam, (5) mengembangkan beragam kemampuan yang bermutu nilai, dan (6) belajar melalui berbuat. 

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan menulis siswa, khususnya menulis kalimat langsung pada dialog antartokoh dalam cerpen berdasarkan EYD?”  Secara rinci, rumusan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai jenis-jenis kalimat dalam penulisan cerpen?
Bagaimana upaya guru dalam pembelajaran menulis cerpen agar siswa mampu membedakan penulisan kalimat langsung dan tidak langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen?
Bagaimana pemanfaatan komik sebagai media dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penulisan cerpen, khususnya mengubah dialog pada ‘balon kata’ menjadi kalimat langsung atau tidak langsung sebagai realisasi dialog antartokoh pada cerpen?
Bagaimana pemanfaatan komik sebagai media dapat meningkatkan kemampuan menulis dan menyunting penulisan kalimat langsung dialog antartokoh pada cerpen?

C. Tujuan Penelitian


Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan komik dalam pembelajaran menulis cerpen di kelas IX SMP Negeri    . Secara rinci tujuan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
Untuk mendeskripsikan upaya guru dalam meningkatkan pemahaman siswa mengenai jenis-jenis kalimat pada penulisan cerpen.
Untuk mendeskripsikan upaya guru dalam pembelajaran penulisan cerpen sehingga meningkatkan kemampuan siswa membedakan penulisan kalimat langsung dan tidak langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen.
Untuk mendeskripsikan pemanfaatan komik sebagai media peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen, khususnya menuliskan kalimat langsung dan tidak langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen secara tepat ditinjau dari segi ejaan dan tanda baca.
Untuk mendeskripsikan pemanfaatan komik sebagai media peningkatan kemampuan menulis dan menyunting penulisan kalimat langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen.

Manfaat Penelitian
Memberikan bahan pembelajaran dan model penelitian secara praktis kepada guru bidang studi bahasa Indonesia agar dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan materi dan media lain.
 Memberikan nuansa baru dalam pembelajaran sehingga guru tidak terfokus pada buku teks/paket belaka.

 Ruang Lingkup
    Kemampuan menulis mempersyaratkan pengetahuan teoretis dan praktis tentang penerapan ejaan yang disempurnakan (EYD). Penerapan penulisan EYD ini belum sepenuhnya dikuasai siswa kelas IX SMP Negeri . Banyak siswa yang memerlukan pemahaman dan pendalaman materi penerapan EYD,  khususnya penerapan tanda baca pada kalimat langsung dan kalimat tidak langsung.
Kalimat langsung dan tidak langsung harus digunakan dalam penulisan cerpen yang dibuat siswa. Oleh karena itu, penulis merasa perlu pemantapan pemahaman materi-materi:  (1) jenis kalimat berita, kalimat perintah, kalimat seru, dan kalimat langsung serta kalimat tidak langsung, dan (2) ejaan yang disempurnakan (EYD), khususnya penerapan tanda baca yang digunakan dalam kalimat langsung, yakni tanda-tanda baca:  (a) tanda kutip (petik), (b) tanda koma, (c) tanda seru, (d) tanda tanya, dan (e) tanda titik.

Sajian  Definisi

Komik adalah cerita bergambar baik yang disertai teks maupun yang tidak disertai teks.
Media pembelajaran adalah sarana penunjang berlangsungnya proses dan keberhasilan pembelajaran.
Kemampuan menulis adalah kesanggupan mental dan intelektual siswa yang meliputi kesanggupan merangkaikan dan menggunakan unsur-unsur bahasa sehingga terbentuk suatu kalimat yang logis dan baku. Penulisan cerpen antara lain ditandai oleh adanya dialog antartokoh. Dialog tersebut disampaikan dengan kalimat langsung yang mempersyaratkan adanya pemanfaatan tanda baca secara tepat, sesuai dengan EYD.
Kemampuan menyunting adalah kesanggupan mental dan intelektual siswa yang meliputi kesanggupan mengoreksi dan merevisi kesalahan penulisan ejaan dan tanda baca pada kalimat langsung dan tidak langsung sebagai dialog antartokoh pada cerpen

MULTI KECERDASAN DALAM PEMBELAJARAN


Setiap peserta didik memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Kecerdasan peserta didik dalam belajar didasari beberapa jenis kecerdasan yang ada, yang dikenal dengan multi kecerdasan. Seorang guru perlu memahami berbagai jenis kecerdasan peserta didik, agar dapat menerapkan strategi pembelajaran yang bervariasi dalam menjembatani proses belajar peserta didik.
A.    Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)
Kecerdasan Linguistik merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan penggunaan bahasa untuk mengekspresikan dan memberi makna yang kompleks. Biasanya kecerdasan ini dimiliki oleh para pengarang, penyair, jurnalis, pembicara, dan penyiar berita. Beberapa karakteristik yang ada pada orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan bahasa antara lain adalah :
1.    Mendengarkan dan merespon setiap suara dan berbagai ungkapan kata;
2.    Menirukan suara, bahasa, membaca dan menulis;
3.    Belajar melalui menyimak, membaca dan menulis serta diskusi;
4.    Menyimak secara efektif, memahami, menguraikan, menafsirkan dan mengingat apa yang diucapkan;
5.    Membaca secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan atau menerangkan;
6.    Berbicara secara efektif kepada beragam pendengar, beragam tujuan, dan mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, dan bergairah;
7.    Menulis secara efektif, memahami dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca dan kosa kata yang efektif;
8.    Memperlihatkan kemampuan untuk mempelajari bahasa lainnya;
9.    Menggunakan keterampilan menyimak, berbicara, menulis dan membaca.
Kelas pada setiap pelajaran harus berupa lingkungan yang kaya akan bahasa tempat peserta didik berbicara, berdiskusi dan menjelaskan dan yang paling penting adalah mendorong rasa ingin tahunya.
Pembentukan lingkungan pembelajaran Verbal-Linguistik :
1.    Kondisikan peserta didik untuk menceritakan suatu kisah atau suatu masalah yang terkait dengan materi pelajaran;
2.    Memberi kesempatan peserta didik untuk memimpin suatu diskusi atau debat;
3.    Menugaskan peserta didik untuk membuat sebuah artikel;
4.    Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghubungkan suatu artikel/cerita dengan realita atau materi pelajaran;
5.    Menugaskan peserta didik untuk mempresentasikan sesuatu pokok bahasan;
6.    Mengkondisikan kegiatan ”talk show” dalam suatu program/materi;
7.    Menyusun suatu laporan/ resume/kajian pada suatu topik/ materi yang relevan.
B.     Kecerdasan Logika Matematika (Logical Mathematic   Intelligence)
Merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematika. Kecerdasan matamatika biasanya dimiliki oleh para ilmuwan, ahli matematika, akuntan, insinyur, dan pemrogram komputer.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan matematika antara lain adalah:
1.    Merasakan berbagai tujuan dan fungsi mereka dalam lingkungannya;
2.    Mengenal konsep-konsep yang bersifat kuantitatif, waktu dan hubungan sebab akibat;
3.    Menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menunjukkan realita;
4.    Menunjukkan keterampilan memecahkan masalah secara
logis;
5.    Memahami pola-pola dan hubungan-hubungan;
6.    Mengajukan dan menguji hipotesis;
7.    Menggunakan bermacam-macam keterampilan matematis,
seperti memperkirakan, perhitungan logaritma, menafsirkan statistik, dan informasi visual dalam bentuk grafik;
8.    Berpikir secara sistematis dengan mengumpulkan bukti,
membuat hipotesis dan merumuskan berbagai model;
9.    Mengungkapkan ketertarikan dalam karir, seperti akuntansi,
teknologi informasi, mesin dan ilmu kimia.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan logika matematis, antara lain:
1.    menerjemahkan suatu pokok bahasan ke dalam rumus matematika;
2.    merencanakan dan memimpin suatu eksperimen;
3.    menggunakan diagram venn untuk menjelaskan;
4.    menggunakan analogi untuk menjelaskan;
5.    mengkategorikan fakta-fakta;
6.    merancang suatu simbol atau kode.
C.    Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence)
Kemampuan membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga dimensi seperti yang dilakukan pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, mengubah dan memodifikasi bayangan dan obyek melalui ruang untuk menghasilkan suatu gambar/grafik ataupun suatu benda.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan spasial antara lain adalah :
1.    Belajar dengan melihat dan mengamati;
2.    Mengarahkan dirinya pada benda-benda secara efektif dalam ruangan;
3.    Merasakan dan menghasilkan sebuah bayangan mental, berpikir dalam gambar dan memvisualisasikan detail;
4.    Membaca grafik, bagan, peta, dan diagram visual;
5.    Menikmati gambar-gambar tak beraturan, lukisan, ukiran atau obyek repro lain dalam bentuk yang dapat dilihat;
6.    Menikmati bentukan hasil tiga dimensi, seperti obyek origami, jembatan tiruan dan maket;
7.    Cakap mendesain secara abstrak;
8.    Menciptakan bentuk baru dari media visual spasial.

Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kecerdasan spasial, antara lain:
1.    Menciptakan sebuah pertunjukkan;
2.    Merancang sebuah poster, buletin, dan sejenisnya;
3.    Menggunakan suatu sistem memori untuk mempelajari;
4.    Menciptakan suatu karya;
5.    Membuat variasi bentuk dan ukuran dari suatu objek;
6.    Membuat suatu ilustrasi, sketsa, denah dari suatu obyek;
7.    Menggunakan proyeksi untuk mengajar.
D.    Kecerdasan Kinestetik Tubuh (Bodily Kinesthetic Intelligence)
Kemampuan seseorang untuk menggerakkan suatu obyek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Kemampuan atau kecerdasan ini dimiliki oleh para atlit, penari, ahli bedah, dan seniman.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan kinestetik antara lain adalah :
1.    menjelajahi lingkungan dan sasaran melalui sentuhan dan gerakan;
2.    mengembangkan kerjasama dan rasa terhadap waktu;
3.    belajar dengan lebih baik, jika terlibat langsung dan berpartisipasi;
4.    menikmati secara konkrit dalam mempelajari pengalaman-pengalaman, seperti perjalanan ke alam bebas, berpartisipasi dalam bermain peran dan permainan ketangkasan;
5.    menunjukkan keterampilan atau mendemonstrasikan keahlian dalam bidangnya.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kinestetik, antara lain:
1.    Bermain peran atau menirukan;
2.    Menciptakan suatu gerakan atau rangkaian gerakan untuk menjelaskan;
3.    Menciptakan suatu model;
4.    Merancang suatu produk;
5.    Merencanakan dan menghadiri suatu perjalanan lapangan;
6.    Membuat suatu permainan atau sejenisnya.
E.     Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)
Merupakan kecerdasan yang memiliki sensitivitas pada pola titian nada, melodi, ritme, dan nada seperti yang dimiliki oleh komposer, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik, atau seorang pendengar yang sensitif.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan musikal antara lain adalah :
1.    Mendengar dan merespon dengan ketertarikan terhadap berbagai bunyi;
2.    Menikmati dan mencari kesempatan untuk mendengarkan musik atau suara-suara alam pada suasana belajar;
3.    Merespon terhadap musik secara kinestetik;
4.    Mengenali dan mendiskusikan berbagai gaya musik, aliran dan variasi budaya;
5.    Mengoleksi musik dan informasi mengenai musik dalam berbagai bentuk;
6.    Mengembangkan kemampuan menyanyi atau memainkan instrumen secara sendiri;
7.    Mengembangkan referensi kerangka berpikir pribadi untuk mendengarkan musik;
8.    Mengembangkan improvisasi dan bermain dengan suara/bunyi.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu yang terkait dengan kecerdasan musikal, antara lain:
1.    Meyajikan suatu pertunjukkan dengan iringan musik yang tepat;
2.    Menyanyikan sebuah kritikan atau lagu;
3.    Menyajikan kelas musik dalam waktu singkat pada suatu materi/pokok bahasan;
4.    Menggunakan musik untuk mempertinggi semangat belajar;
5.    Menuliskan suatu lirik lagu untuk suatu pokok bahasan/materi.

F.    Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secera efektif, seperti yang dimiliki oleh guru, pekerja sosial, artis atau politisi yang sukses.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan interpersonal antara lain adalah :
1.    terikat dengan dan berinteraksi dengan orang lain;
2.    membentuk dan menjaga hubungan sosial;
3.    mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan dengan orang lain;
4.    merasakan perasaan, pikiran, motivasi, tingkah laku dan gaya hidup orang lain;
5.    berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran yang perlu dilaksanakan;
6.    mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain;
7.    memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik secara verbal maupun non verbal;
8.    menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan group yang berbeda;
9.    mempelajari keterampilan yang berhubungan dengan penengah sengketa;
10.    Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal, seperti mengajar, pekerjaan sosial dan konseling.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kecerdasan interpersonal, antara lain:
1.    memimpin suatu rapat;
2.    bersama seorang rekan menggunakan penyelesaian masalah berat;
3.    bermain peranan dengan berbagai perspektif;
4.    mengatur dan ikut serta dalam sebuah kelompok;
5.    mengajarkan orang lain tentang suatu hal;
6.    berlatih memberi dan menerima umpan balik;
7.    menciptakan suatu sistem /prosedur dari suatu kegiatan.
G.    Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuannya untuk merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang, seperti yang dimiliki oleh ahli agama, ahli psikologi dan ahli filsafat.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan intrapersonal antara lain adalah :
1.    sadar akan wilayah emosinya;
2.    menemukan cara-cara dan jalan keluar untuk mengekpresikan perasaan dan pemikirannya;
3.    mengembangkan model diri yang akurat;
4.    termotivasi untuk mengidentifikasi dan memperjuangkan tujuannya;
5.    membangun dan hidup dalam suatu sistem nilai etika (agama);
6.    bekerja mandiri;
7.    mengatur secara kontinyu pembelajaran dan perkembangan tujuan personalnya;
8.    berusaha mencari dan memahami pengalaman batinnya sendiri;
9.    berusaha untuk mengaktualisasikan diri;
10.    memberdayakan orang lain (memiliki tanggung jawab kemanusiaan).
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kecerdasan intrapersonal, antara lain:
1.    Menggambarkan bahwa kemampuan yang dimilikinya dapat membantu menuju kesuksesan;
2.    Merangkai dan mengejar suatu tujuan;
3.    Menggambarkan perasaannya tentang sesuatu;
4.    Menggunakan acuan belajar;
5.    Membuat suatu jurnal;
6.    Menerima umpan balik dari orang lain;
7.    Mengomentari atau menilai hasil pekerjaannya.
H.    Kecerdasan Natural  (Naturalistic Intelligence)
Merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan lingkungan alam dan merupakan kecerdasan kedelapan dari kecerdasan yang tidak termasuk teori asli Multiple Intelligences dari Gardner. Kecerdasan ini terkait dengan sensitifitas terhadap alam dan faktor lingkungan, misalnya mudah berinteraksi dengan hewan, mampu memprediksi terjadinya perubahan alam, mudah mengenali berbagai spesies hewan maupun tumbuhan. Kecerdasan ini akan lebih mudah diwujudkan melalui pengumpulan dan penganalisaan suatu subjek yang berhubungan dengan alam.

Artikel Karya Tulis Guru Berprestasi



BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
        Untuk menggapai masa depan yang lebih baik, manusia memerlukan perencanaan, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Dengan demikian setiap manusia berusaha menata diri untuk memenangkan masa depannya dengan memantafkan semua potensi yang dimiliki, jasmani. rohani, spiritual dan material.
Tatapan ke depan senantiasa  diarahkan, hal ini diperlukan agar tak terjerembah dalam kegagalan yang memang tak diinginkan dan dipikirkan sebelumnya. Rencana mesti disusun dan ditata sebaik mungkin dengan mempertimbangkan faktor  sumber daya manusia yang dimiliki untuk kemudian membuat skala prioritas tentang apa yang seharusnya lebih dulu diddahulukan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi secara realita dan nyata. Maka wajar banyak orang menggandrungi pemikir pemikir masa depan
        Untuk itu bila menginginkan percaturan masa depan yang lebih baik, kita harus mengenal dulu apa yang telah dan belum dimiliki sebagai langkah dasar untuk membuat perenccanaan yang lebih baik selanjutnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kita dapat menyegarkan pikiran kita dengan semua semboyan” untuk memenuhi kebutuhan dalam waktu empat atau lima bulan kita perlu menanam padi, tetapi untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang maka tanamlah manusia” dari sinilah lahir sudut pandang yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan tumpuan setiap bangsa dan negara dalam meraih masa depan serta mensejahterakan rakyatnya.
        Pendidikan merupakan modal / investasi yang paling utama bagi setiap bangsa dan negara, apalagi bangsa yang sedang berkembang, yang giat membangun negaranya. Pembangunan hanya dapat dilakukan oleh manusia manusia yang memang dipersiapkan melalui pendidikan.
        Untuk pembangunan itu, baik pembangunan jasmani maupun rohani manusia maupun lingkungan hidup sekitarnya, maka pembaharuan di bidang pendidikan teramat sangat perlu dilakukan demi menjawab tuntutan jaman yang mengalami revolusi terus menerus.

B.    Rumusan Masalah
        Dari uraian dan paparan latar belakang  diatas, dapat diambil keimpulan rumusan permasalahan sebagai berikut :
1.    Apa saja komponen – komponen sistim pendidikan Sekolah sebagai satu wajah sistim Pendidikan Nasional ?
2.    Bagaimanakah alternatif pembaharuan komponen sistim pendidikan tersebut dilaksanakan guna mewujudkan suatu sistim pendidikan sekolah yang efektif, efisien dan relevan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi ?


C.    Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
    1.    Tujuan Penulisan
a)    Mengetahui apa saja komponen komponen sistim pendidikan Sekolah sebagai salah satu wajah sistim Pendidikan Nasional
b)    Mengetahui bagaimanakah alternatif pembaharuan komponen sistim pendidikan tersebut dilaksanakan guna mewujudkan suatu sistim pendidikan sekolah yang efektif, efisien dan relevan dengan perkembangan  dan kemajuan teknologi
   
3.    Kegunaan Penelitian
a)    Bagi penulis / penyusun sebagai syarat untuk memenuhi salah satu syarat pengusulan Seleksi Guru Berprestasi.
b)    Dari segi teoritik dapat digunakan sebagai dasar pengembangan ilmu pendidikan pada khususnya.



BAB  II
KAJIAN PUSTAKA

        Lembaga pendidikan sebagai suatu sekolah adalah termasuk sub sistem dari pendidikan Nasional.  Sebagai sistem,  sekolah tentu saja mempunyai peran penting dalam ikut serta mensukseskan tercapainya tujuan pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan hal it1u, sekolah dituntut untuk mengadakan pembaharuan atas segenap komponen komponen guru, siswa, evaluasi, dan sarana prasarana pendidikan.

A.     Peningkatan Kualitas Guru
        Peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia),  termasuk pula pengadaan dan peningkatan kualitas guru selaku tenaga pendidik yang professional dilingkungan pendidikan sudah sejak lama dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak. Lebi lebih pengadaan pendidik / guru professional untuk bidang studi Pengetahuan Umum (IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Inggris) 1
        Dengan konteks ini pengadaan dan peningkatan kualitas guru di lingkungan pendidikan formal harus pula dilihat dalam kerangka kepentingan bangsa dan cita cita nasional.  Pengadaan dan peningkatan kualitas guru di lingkungan pendidikan, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan umum bias ditempuh dengan melalui tiga cara yaitu :
1.    Lembaga lembaga Pendidikan itu  melaksanakan kursus kursus reguler, khusus bagi guru guru bidang studi ilmu Pengetahuan umum, misalnya IPA, Matematika atau Bahasa Inggris dengan mendatangkan “Dosen Terbang” dari suatu Perguruan Tinggi yang mutunya tidak diragukan oleh masyarakat.
2.    Melalui pengadaan beasiswa bagi guru guru bidang studi umum melakukan kuliah atau belajar di Perguruan Tinggi lain yang kualitasnya diakui masyarakat.
3.    Mengikuti program pembelajaran melalui sistim paket, seperti yang dikembangkan oleh Universitas Terbuka ( UT ). Sistem paket Universitas Terbuka ini telah menjangkau guru guru di berbagai pelosok daerah, bahkan pedesaan dimana mereka dibiasakan belajar secara mandiri. 2

        Dengan melaui tiga tahapan menempuh dibidang ilmu pengetahuan umum, maka untuk menuju ke arah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dibutuhkan manusia akan informasi juga makin tinggi. Misalnya dengan adanya warnet atau internet, komputer, telekomunikasi dan sebagainya. Perkembangan ini bagaimanapun merupakan motivasi bagi usaha usaha pengadaan dan kualitas guru. Maka dengan demikian, semakin tinggi kualitas guru, dimungkinkan mutu atau produk (out put) pendidikan juga tinggi, sehingga mendorong kegairahan pengembangan belajar lebih lanjut bagi anak anak didik. Akan tetapi guru yang2 tidak berkualitas memungkinkan mutu sekolah juga rendah dan berakibat rendahnya pula minat dan prestasi belajar siswa.
    Jika dilihat dari kaitannya denganpembentukan iklim kualitas pendidikan, seorang pendidik  perlu memahami keberadaannya sebagai pelayan pendidikan, ia sebagai tenaga professional dalam bidangnya, ia sadar sebagai pelayan pendidikan, ia sebagai ilmuwan yang sarat dengan pendekatan ilmiah, pendidik harus saling belajar atau mengajar.  Pendidikan merupakan fasilitas yang merupakan pengakuan bahwa pendidikan memiliki sesuatu yang unik untuk ditawarkan kepada kelompok. Pendidikan harus tahu siapakah pendidik sebenarnya untuk menuju kepada ke arah kemajuan di lembaga pendidik, agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
    Konsep pendidikan transpormatif seperti yang ditawarkan diatas mempunyai implikasi pada perlunya perubahan peran guru. Bentuk dan fungsi otak kiri dan otak kanan yang berbeda mengandaikan adanya fasilitator yang mampu melakukan perimbangan antara unsure rasional (otak kanan) dan kreatifitas (otak kiri). Peran sebagai fasilitator bagi siswa itulah perlu dikembangkan oleh guru pada masa yang akan datang. 3
    Kemampuan fasilitator untuk dapat mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan alam memberikan sarana bagi siswa untuk senantiasa mengembangkan proses berfikir dari kepribadiannya. Ketersediaan berbagai akses informasi dan ilmu pengetahuan dari fasilitator akan mampu menyiapkan diri siswa untuk melakukan transpormasi menjadi pribadi yang telah lebih baik dari hari ke hari.
    Dalam upaya untuk mendukung terbukanya akses tersebut, interaksi yang bersifat komperatif antara siswa dan fasilitator akan mampu memberikan perluasan siswa untuk berfikir dan berdialog dengan individu lain, sehingga kepekaan akan keadilan dapat dikembangkan. Guru sebagai fasilitator tidak ditempatkan sebagai pusat segala informasi (pusat pengetahuan) yang bebas dari kesalahan. Namun yang terpenting fasilitator harus mampu menempatkan diri sebagai tempat untuk bertanya dan berbagi informasi maupun ide.4
    Oleh karena itu, pendidik harus disiapkan seprofesional dan kompeten untuk melaksanakan tanggungjawab sebagai seorang pendidik untuk menghancurkan kebodohan siswa. Begitu juga, bebaskanlah seorang pendidik dari keharusan untuk membuat program satuan pelajaran setiap kali mengajar adalah keharusan yang harus dipertanyakan manfaatnya.  Sedangkan keharusan membuat satuan pelajaran mungkin hanya cocok untuk guru muda yang belum menguasai kurikulum dan siswa. Jika hal tersebut sudah dikuasai, maka sebenarnya guru itu cukup membuat satuan pelajaran selama kurikulum dan GBPP masih tetap, agar waktu tidak terkuras habis untuk membuat satuan pelajaran. Lebih baik waktu mereka (pendidik) dikosentrasikan untuk belajar 4memperbanyak atau memperkaya materi yang menunjang keberhasilan siswa, daripada membuat satuan pelajaran bagus tapi tidak bias menguasai materi.
    Dalam hal ini, peran guru tak dapat diabaikan. Ia harus mampu memintal dua benar keilmuan yang tampak terpisah itu (sejauh yang biasa dipersepsi oleh masyarakat dan dunia pendidikan kita selama ini sebagai dikotomi pendidikan). Dengan begitu kita dapat menghindari satu hal yang telah dicemaskan sebagaimana dengan tepat dilukiskan oleh Mastuhu, bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan Iptek, dan sebaliknya” Pendidikan Umum” hadir tanpa sentuhan agama. 5
    Untuk mewujudkan hal itu, tentu saja seorang guru di madrasah membutuhkan metode pengajaran yang relevan, disamping metode metode terdahulu yang telah dikuasai. Dalam hal ini terdapat tawaran menarik dari Tayar Yusuf yang menggunakan apa yang disebutnya sebagai “insertion methode” atau metode insersi, suatu metode dimana intisari ajaran ajaran islam atau jiwa keagamaan disusupkan atau disisipkan didalam mata pelajaran umum 6
    Tetapi berbeda dengan saran yang mengiringinya bahwa metode ini seharusnya. Menurut Tayar Yusuf dilakukan secara halus dan tidak kelihatan, dan harus menimbulkan kesan seolah olah hal itu hanya selingan yang tidak disengaja. Alih alih dari pola seperti ini semestinya metode tersebut dilaksanakan sebagai suatu kewajiban, dilaksanakan seccara intensif pada setiap pertemuan, setiap bidang ilmu umum. Lebih lanjut semua siswa mestinya diberi dorongan untuk berfikir kreatif tentang apa kaitan pelajaran yang sedang berlangsung.
Untuk dapat meningkatkan kualitas guru dalam pendidikan maka perlu mengetahui dalam bab V pasal 9 dan 10 masalah pengadaan tenaga pendidik :
1.    Untuk dapat diangkat sebagai  tenaga pendidik, ccalon tenaga pendidikan yang bersangkutan selain memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar harus pula memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan tanda bukti dari  yang berwenang meliputi :
Ø    Tidak menderita penyakit menahun (kronis) dan atau / yang menular
Ø    Tdak memiliki cacat tubuh yang tidak dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai tenaga pendidik
Ø    Tidak menderita kelainan mental
        b.    Berkepribadian yang meliputi :
Ø    Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Ø    Berkepribadian Pancasila.
2.    Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik bidang Pendidikan Agama, selain memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ayat 1 harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang diajarkan
Sedangkan di pasal 10 yaitu :
1.    Pengangkatan dan penempatan tenaga pendidik pada satuan pendidik yang diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan oleh Menteri Menteri lain, atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan serta ketentuan Peraturan per Undang Undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
2.    Pengangkatan dan penempatan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara  satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku
3.    Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan meperbantukan dan / atau, mempekerjakan tenaga pendidik dan / atau membina tenaga pendidik.

B.     PENINGKATAN KUALITAS SISWA10
        Proses belajar mengajar adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran dan sebagaimnya yang disebut proses belajar. 8  Alenia ini menekankan satu poin penting pemikiran bahwa dalam proses tersebut ada interaksi yaitu suatu kondisi saling mempengaruhi satu sama lain. 9 Antara murid dengan lingkungan sekitarnya. Pernyataan ini merupakan penjelasan yang harus digaris bawahi untuk menarik pengertian yang lebih instrinsik tentang siswa dalam proses pendidikan. Siswa dalam pandangan pendidikan modern, lebih dekat dikatakan sebagai subyek atau pelaku pendidikan. Pandangan seperti ini tampaknya lebih manusiawi dan  lebih sesuai dengan semangat “Cara Belajar Siswa Aktif” yang menuntut guru untuk lebih bersikap demokratis dalam proses pendidikan. Pandangan demikian terhadap siswa tentu juga perlu diterapkan di madrasah sebagai lembaga pendidikan islam mengingat Rosululloh sendiri dalam pendidikan para sahabatnya yang sekaligus jiga merupakan murid muridnya senantiassa memanggil dengan julukan “sahabat” kepada mereka, duduk sama, bersila dengan mereka dan melarang mereka berdiri bila beliau datang menghadiri forum forum mereka. 10
    Dengan pandangan seperti ini, tampak kita harus  mengelimir prespektif pendidikan islam klasik yang mendudukkan siswa semata mata sebagai obyek yang tak mau tahu apa apa, yang otaknya kosong dan mesti diisi dengan pola pendidikan semacam bank, dengan mengutip, istilah teknis pendidikan yang dimunculkan Paulo Freire, 11 atau semacam pasien yang belum memiliki kesehatan yang utuh pada dimensi kognitif, afektif dan psikomotoriknya dengan sang guru sebagai dokter, dihadapannya sis siswa harus tidur diam dan pasrah atau apapun yang harus dikerjakan oleh “si dokter” harus senantiasa patuh dan menurut. Pandangan Stereotik seperti ini dapat dijumpai misalnya pada kitab “Ta’limul Muta’allim” kata Syeikh Az-zarnuji yang sangat terkenal dan  selalu diajarkan dipesantren pesantren di Indonesia. Misalnya penekanan prinsip ketaatan yang fatalistis lewat suatu prinsip – biasanya ditunjukkan sebagai uccapan sahabat Ali Ibn Abi Thalib ra – bahwa : “Saya adalah hamba bagi orang yang mengajari saya satu huruf saja. Dan terserah dia apakah akan menjual saya atau melepaskan”
    Pada prinsip yang meletakkan siswa sebagai subyek belajar inilah “Pengajaran di sekolah atau madrasah dan ditunjukkan kepada siswa harus bersifat mendidik (membangun manusia seutuhnya). Pengajaran bukan hanya berperan dalam pembinaan mental intelektual (penambahan pengetahuan serta melatih kerja akal dan bukan hanya mementingkan nilai praktis (pragmatis) yang berupa pelatihan ketrampilan kerja, tetapi jassa sekolah hendaknya sampai pada pengembangan kepribadian siswa yang mencakup pola pembentukan konatif (kehendak) dan pembentukan afektif yang berperan pada pengamatan nilai hidup yang luhur.
    Dalam kaitan dengan belajar mengajar, guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapatkan informasi secara lengkap mengenai diri anak didik. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini, maka sangat membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar mengajar yang optimal. Untuk ini ada hal hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.    Segala bentuk kekakuan dan ketakutan harus dihilangkan dari perasaan anak didik, tetapi sebalikknya harus dirancang sedemikian rupa sehingga sifat terbuka, berani mengemukakan pendapat dan segala masalah yang dihadapinya .
2.    Semua tindakan guru terhadap anak didik harus selalu mengandung unsur kasih sayang, ibarat orang tua dengan anaknya. Guru harus bersifat sabar, ramah, terbuka diusahakan guru dan anak didik dalam satu kebersamaan orientasi agar tidak menimbulkan suasana konflik. Sebab harus dimaklumi bahwa sekolah atau kelas merupakan kumpulan subyek subyek yang heterogen, sehingga keadaanya cukup kompleks.
    Untuk menjadikan suatu lembaga pendidikan agar sukses, maka anak didik/siswa yang merupakan subyek pendidikan  harus memenuhi syarat dibawah ini, menurut Khalifah Ali bin Abi Thalib memberikan syarat bagi siswa dengan enam macam, yang merupakan kompetensi mutlak dan dibukukan untuk tercapainya  tujuan pendidikan, syarat yang dimaksud sebagaimana dalam syairnya. :
        Ingatlah ! Engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali karena enam syarat; aku ( Ali bin Abi Thalib) akan menjelaskan keenam syarat itu padamu, yaitu : kecerdasan (akal), motivasi atau   kemauan yang keras, sabar, alat (sarana), petunjuk guru, dan terus menerus (kontinyu) atau tidak cepat bosan dalam mencari ilmu.
   

C.    PEMBERDDAYAAN KURIKULUM
    Pengertian kurikulum dalam artian luas adalah semua pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan murid di bawah bimbingan tanggung jawab sekolah atau guru. Pengertian kurikulum ini memberikan implikasi pada program sekolah bahwa semua kegiatan yang dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar.
    Isi atau bahan dari suatu proses belajar mengajar dalam suatu sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum memberikan  kerangka atau gambaran atas semua pengalaman belajar yang mesti ditempuh oleh siswa guna mencapai tingkat tertentu dalam pendidikan. Oleh karena itu kurikulum mengambil peran yang signifikan dalam bentuk kualitas lulusan dari suatu sistim pendidikan. Apa yang dipelajari oleh anak didik disana harus mampu menjadikannya sebagai pribadi yang dimiliki muatan keilmuan yang cukup untuk membuatnya berinteraksi secara dewasas dan berguna dengan lingkungan. Keilmuan, sejauh berkepentingan dengan pemberdayaan kurikulum pada lembaga madrasah kita bisa memetakan ada tiga kepentingan aktual (dengan berkaca pada kritik dari beberapa  pakar diatas) yang tentu saja perlu kita implementasikan dalam sistim pendidikan :
1)    Perlunya ditekankan dimensi humanisme dengan pola penanaman nilai kontekstual dengan realitas sosial budaya yang hidup disekitar siswa di dalam mengimplementasikan isi kurikulum pendidikan agama oleh guru, agar apa yang dipelajari dan diinternalisir oleh siswa tidak hanya bersarang di otak yang akan dikeluarkan hanya pada waktu ujian.  Tetapi juga  lebih penting lagi adalah pelajaran yang dapat menyentuh hatinya dan bersarang dalam jiwa untuk setiap saat ia keluarkan berupa tindakan dalam sikap hidup kesehariannya.
2)    Perlunya dibuat kurikulum mata pelajaran umum yang berkesinambungan atau terjalin erat dengan nilai nilai ajaran agama. Pada mata pelajaran ekonomi misalnya tidak hanya dibeberkan tentang teori ekonomi modern yang kebanyakan berasal dari hasil pemikiran orang barat. Disana perlu dicantunkan pandangan Islam tentang perekonomian dan ini tak cukup hanya ditaruh pada pelajaran Aqidah Akhlak atau Fiqh Islam atau pada pelajaran biologi.
3)    Perlunya mengupayakan kurikulum madrasah yang lebih tanggap dan antisipatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern Ini bisa diupayakan misalnya melalui peningkatan atau pengembangan kurikulum mutan lokal dengan misalnya memasukkan dasar dasar pengetahuan teknik, elektronik komputer dan sebagainya.
        Hal ini diperlukan bila mengingat kondisi pendidikan Islam atau madrasah saat ini seperti ditegaskan oleh Abdul Munir Mulkhan, Pendidikan Islam terkesan tertinggal dari perkembangan kehidupan masyarakat dan jauh tertinggal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah ini merupakan masalah serius bagi perkembangan intelektualitas pemikiran ilmu pengetahuan  dan teknologi yang semakin menemukan jalannya sendiri. Tanpa  peningkatan dibidang ini, mustahil madrasah dapat berdiri sejajar dengan lembaga pendidikan umum yang lebih maju dalam penguasaan teknologi ,modern, dan dengan begitu berarti akan sulit bagi madrasah untuk ikut serta dalam skala nasional mensukseskan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, saran berikut patus dijadikan rujukan.
        Dilihat dari pembangunan nasional isi kurikulum diarahkan pada kontinum pengembangan kemampuan anak didik secara optimal menghadapai tantangan dan mengatasi  realitas hidupnya. Ini berarti pengembangan kurikulum pendidikan dapat menjawab kebutuhan siswa dalam konteks perubahan, agar mereka dapat memainkan peranannya di panggung sejarahnya sendiri. Kurikulum sebagai rancangan program pendidikan yang berisi serangkaian pengalaman yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Kurikulum harus diusahakan mampu menyediakan peluang dan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya sebagai karunia Tuhan yang sangat berharga. Pengembangan kreatifitas merupakan suplai untuk dapat merangsang otak. Jika suplai konsumsi otak itu secara kualitas lemah, maka produksi otak menjadi lemah pula. Suplai konsumsi otak itu adalah kurikulum yang disajikan melalui proses pembelajaran. Makin baik kurikulum, makin tinggi daya rangsang otak untuk bekerja, sehingga kehidupan menjadi kreatif. Lebih jauh pembaharuan suatu kurikulum perlu dilakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan, harus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berkembang. Usaha usaha yang dilakukan yaitu antara lain seperti: pembinaan ketrampilan, paket penulisan buku pelajaran, pengajaran modul dan sebagainya, usaha usaha tersebut dilakukan dengan maksud maksud mencari suatu sistim pendidikan atau suatu model kurikulum yang lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang senantiasa berubah akibat perkembangan pengetahuan dan teknologi.
        Dari uraian diatas yang penulis paparkan ada 10 langkah yang harus ditempuh dalam melakukan pembaharuan kurikulum demi tertuju pada apa yang telah menjadi tuntutan masyarakat, yaitu antara lain :
1.    Mengenal dan mengidentifikasi kebutuhan perubahan kurikulum
2.    Mobilisasi suatu kurikulum
3.    Studi tentang masalah dan kebutuhan masyarakat
4.    Studi tentang karakteristik dan kebutuhan anak didik
5.    Formulasi tujuan pendidikan
6.    Menetapkan aktivitas belajar dan mata pelajaran
7.    Mengoganisasi pengalaman belajar dan perencanaan unit unit belajar
8.    Pengujian kurikulum yang diperbaharui
9.    Pelaksanaan kurikulum baru
10.    Evaluasi dan revisi berikutnya.
        Setelah mengetahui langkah langkah untuk memperbaharui kurikulum, maka kita harus tahu setiap perubahan (inovasi) dalam pembaharuan kurikulum paling tidak harus memperhatikan prinsip prinsip kurikulum :
a.    Prinsip Relevansi, istilah relevansi pendidikan dimaksudkan adanya kesesuaian atau keserasian antara hasil pendidikan (lulusan sekolah) dengan tuntutan dan kebutuhan hidup yang ada pada masyarakat.
b.    Prinsip efektivitas, suatu kegiatan berhubungan dengan sejauh mana apa yang direncanakan atau didinginkan dapat terlaksana atau tercapai, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mampu mendekati perencanaan yang telah ditentukan. Sebaliknya usaha itu tidak efektif  jika usaha itu makin jauh dengan apa yang direnccanakan
c.    Prinsip efisiensi, prinsip ini berhubungan dengan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dijalankan, atau biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan efisien apabila hasil yang dicapai  itu telah sesuai dengan usaha atau biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya jika hasil yang dicapai tidak sebanding dengan apa yang dikeluarkan maka dapat dikatakan tidak efisien.
d.    Prinsip Kontinuitas (kesinambungan). Maksudnya ada semacam hubungan yang saling menjalin berbagai tingkat dan jenis program pendidikan terutama mengenai bahan pengajaran.
e.    Prinsip fleksibel, dapat  diartikan adanya semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak. Dalam pembinaan kurikulum, fleksibel mencakup fleksibel murid dalam memilih program pendidikan, dan fleksibilitas bagi guru dalam pengembangan program pengajaran. Fleksibilitas dalam memilih program pendidikan diwujudkan dalam bentuk pengadaan program program pilihan yang dapat berbentuk jurusan / program spesialisasi, ataupun program program pendidikan ketrampilan yang dapat diplilh murid atas dasar kemampuan dan minatnya.
f.    Prinsip berorentasi pada tujuan, amksudnya agar semua kegiatan pengajaran didasarkan dan mengacu pada tujuan yang akan dicapai. Tujuan tujuan ini hendaknya supaya dirumuskan secara spesifik dan operasional, sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, sehingga kedua kegiatan tersebut menpunyai arah yang jelas.
g.    Prinsip pendidikan seumur hidup. Konsep ini merupakan konsep pendidikan yang mengarah kepada ide pendidikan yang memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk mempunyai kesadaran dan kemauan untuk selalu membuka dir, mengembangkan kemampuan dan kepribadian melalui kegiatan belajar
    h.    Prinsip singkronisasi, yang dimaksudkan adanya sifat yang searah dan setujuan dengan semua kegiatan kurikuler yang diinginkan, bukan saling menghambat kegiatan kurikuler yang lain saehingga dapat mengganggu keterpaduan. 21
                Jika dilihat dari uraian uraian diatas tadi menjelaskan bahwasannya kurikulum senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan yang menunjang pembangunan nasional. Oleh sebab itu kurikulum tidak bisa melepaskan diri dari fakta empirik dan tuntutan aktual yang terjadi pada masyarakat. Sepanjang memiliki dasar yang sesuai dengan falsafah Pancasila demi terwujudnya kualitas manusia seutuhnya.

D.    PERBAIKAN SISTEM EVALUASI
        Dalam  upaya meningkatkan efektivitas evaluasi dalam proses belajar mengajar di madrasah, harus ditekankan beberapa prinsip dassar berikut didalam pelaksanaannya.
1.    Evaluasi mengacu kepada tujuan
Setiap aktivitas manusia sudah barang tentu mempunyai tujuan tertntu, karena aktivitas yang tidak mempunyai tujuan berarti merupakan aktivitas / pekerjaan yang sia sia
2.    Evaluasi dilaksanakan secara obyektif
Obyektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik baiknya berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur unsur subyektivitas dari evaluator (penilai)
    Obyektif dalam evaluasi ini antara lain ditunjukkan dalam sikap sikap evaluator sebagai berikut :
a.    Sikap as-shidqah, yakni berlaku benar dan jujur dalam mengadakan evaluasi
b.    Sikap amanah, yakni suatu sikap pribadi yang setia, tulus hati dan jujur dalam menjalankan sesuatu yang dipercayakan kepadanya.
c.    Sikap ramah dan ta’awun, yakni sikap kasih sayang terhadap sesama dan sikap saling tolong menolong menuju kebaikan
3.    Evaluasi itu harus dilakukan secara komprehensif
Hal ini berarti bahwa evaluasi itu harus dilakukan secara menyeluruh meliputi berbagai aspek kehidupan peserta didik baik yang menyangkut iman, ilmu maupun amalnya.
4.    Evaluasi harus dilakukan secara kontinyu (terus menerus).
Bila aktivitas pendidikan islam dipandang sebagai suatu proses untuk menccapai tujuan tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus dilakukan secara kontinyu (terus menerus), dengan tetap memperhatikan prinsip pertama (obyektivitas), dan prinsip kedua dilakukan seccara (komprehensif) 22

E.    PENYEDIAAN SARANA
            Sekolah unggulan bukanlah sekolah yang dibangun dengan fasilitas yang sertba mewah, melainkan sekolah yang memiliki karakteristik dan kemampuan unggul dalam konsep, strategi, management, dan tumbuh diatas nilai nilai budaya masyarakat itu sendiri. Ia tumbuh bukanlah suatu reaksi atas keadaan umum, melainkan suatu kebutuhan mendasar yang dibangun atas landasan konsep, strategi dan managent yang sungguh sungguh bersifat  inovatif dan integratif  sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan  perkembangan masyarakat. Kehadiran sekolah unggulan juga tidak lepas dari kaitannya dengan cita cita nasional bukan suatu kebutuhan atas kepentingan kelompok tertentu.  Oleh karena itu maslah fasilitas merupakan masalah yang esensial dalam pendidikan, maka dalam pembaharuan pendidikan kita harus serempak pula memperbaharui mulai dari gedung sekolah sampai pada masalah yang paling dominan, yaitu alat peraga (sebagai penjelasan dalam penyampaian pendidikan). Didalam pembenahan sarana, diatas telah dijelaskan bahwasannya disuatu lembaga pendidikan yang perlu diprioritaskan dan diisyaratkan terpenuhinya syarana pendidikan gedung, laboratorium, perpustakaan, dan alat alat pendidikan. Maka dari itu sebelum membuka sekolah, perlu ditekankan dengan keras terutama kepada semua pihak yang akan membuka sekolah baru sehingga terpenuhi apa yang diinginkan UUSPN No. 2/1989. Dewasa ini banyak sekolah yang tidak memiliki perpustakaan, padahal sarana ini merupakan  yang vital dalam proses belajar mengajar. Mereka membuka sekolah baru dengan persiapan “apa adanya” asal memperoleh murid banyak 23
        Mendukung statemen diatas adalah hasil penelitian yang dikutib oleh Ace Suryadi dan H.A.R. Tilar dalam tulisannya bahwa penggunaan media media (sebagai salah satu sarana) terbukti memberikan efek positif terhadap prestasi belajar. Lebih lanjut keduanya bahkan menekankan pengaruh perkembangan sekolah – sesuatu yang mungkin sering kali luput dari upaya pembaharuan sistim pendidikan. Merka menegaskan :
        “ Bangunan sekolah tampaknya juga memberikan efek positif terhadap belajar, semakin baik bangunan sekolah semakin banyak kemungkinan prestasi belajar murid lebih baik (2 dari 3 studi yang direview mendukung hipotesis ini ) penemuan ini sering ditafsirkan bahwa sekolah yang bermutu memilki daya tarik sehingga orang orang yang secara ekonomis mampu mengirimkan anaknya ke sekolah tersebut. Dengan demikian, sekolah baik untuk penerapannya di Indonesia, tentu saja tidak perlu dibuat bangunan sekolah. Masalahnya perawatan barang barang duiduga merupakan masalah besar di Indonesia sehingga anggaran perawatan barang perlu diprioritaskan untuk pengembangan pendidikan dasar di Indonesia. Samapai dengan tahun terakhir, jumlah bangunan sekolah tampak suddah mencukupi. Akan tetapi perawatan terhadap bangunan bangunan tersebut merupakan masalah lain yang perlu digarap dikemudian hari. 24
        Keadaan ini masih diperparah lagi oleh kenyataan sekarang dimana bangsa sedang dililit oleh krisis multi dimensi yang berkepanjangan, bermula dari krisis ekonomi, dan meluas hingga ke politik, hukum, budaya dan pendidikan. Disinlah madrasah ditantang untuk mencari strategi yang tepat dalam upayanya memenuhi kebutuhan akan fasilitas yang memadahi untuk berlangsungnya suatu proses pendidikan yang layak. Suatu strategi pemenuhan kebutuhan yang semestinya bertolak dari prinsip kemandirian dengan berpijak pada keyakinan akan kemampuan madrasah itu sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Strategi seperti ini andai dapat segera dilaksanakan jauh akan lebih mampu menjamin eksistensi madrasah itu sendiri ke depan. Sebab ia memenuhi kebutuhan hidupnya lewat usahanya sendiri di samping juga pada saat saat tertentu mendapat bantuan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.
                Strategi seperti ini bagi sebuah lembaga pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan materialnya sebenarnya bukan barang baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sudah sejak lama strategi semacam ini sudah diterapkan di pesantren pesantren  dab justru diterapkan itu pada saat yang kondisinya hampir serupa dengan kondisi krisis yang kita alami sekarang











BAB  III
HASIL ANALISA KAJIAN ALTERNATIF PEMBAHARUAN
SISTEM PENDIDIKAN DI SEKOLAH

        Sekolah adalah subsistem dari sistem pendidikan Nasional. Sebagai subsistem, sekolah tentu saja memiliki peran penting dalam ikut serta mensukseskan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Untuk mewujudkan hal itu, sekolah dituntut untuk mengadakan pembaharuan atas segenap komponen komponen pendidikannya yang terdiri dari komponen guru, siswa, kurikulum, evaluasi dan sarana.
        Komponen guru harus meliputi kriteria ideal seorang guru serta berbagai kemampuan yang harus dimilikinya agar dapat melaksanakannya suatu proses belajar yang produktif, manusiawi dan selaras dengan niali nilai islam. Komponen siswa harus mencakup pemahaman terhadap siapa sebenarnya siswa, apa hak hak dan kewajibannya, serta mepertimbangkan berbagai kebutuhan rohani, jasmani, sosial dan intelektual mereka, agar dalam proses belajar mengajarnya mereka dapat didewassakan secara utuh.
        Komponen kurikulum meliputi : pemahaman akan pengertian kurikulum yang lebih kontekstual dengan realitas sosial yang termanifestasikan dalam tujuannya, isinya proses belajar mengajar, dan evaluasinya. Komponen evaluasi meliputi pengertiannya yang utuh, manfaat manfaatnya bagi proses pendidikan, strategi atau metode pelaksanaannya, serta sarana sarananya sebagai penunjang. Disini harus disadari bahwa evaluasi  sangat berperan dalam mendeteksi kekurangan dan kelemahan suatu proses pendidikan.
        Komponen sarana memegang peran penting bagi sistem pendidikan dalam posisinya sebagai wadah dan alat bagi berlangsungnya proses kegiatan pendidikan tidak akan dapat dilaksanakan atau minimal tersendat sendat pelaksanaannya  tanpa tersedianya sarana. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhan akan kebutuhan sarana adalah suatu hal yang mesti diupayakan.













BAB  IV
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
1.    Sekolah sebagai sussistem dari sistem pendidikan Nasional dituntut untuk mengadakan pembaharuan atas segenap komponen komponen pendidikannya yang terdiri dari komponen guru, siswa, kurikulum, evaluasi dan sarana.
2.    Komponen komponen yang harus mengakami perubahan :
a.    Komponen guru, yakni harus meliputi kriteria ideal seorang guru dan memiliki berbagai kemampuan yang dapat melaksanakan suatu proses belajar yang produktif, amnusiawi, dan selaras dengan nilai nilai agama.
b.    Komponen siswa, yang mencakup pemahaman terhadap siapa sebenarnya siswa, apa hak hak dan kewajibannya, serta mempertimbangkan berbagaai kebutuhan rohani, jasmani, sosial dan intelektual mereka
c.    Komponen kurikulum meliputi : pemahaman akan pengertian kurikulum yang lebih kontekstual dengan realitas sosial yang termanifestasikan dalam tujuannya, isinya proses belajar mengajarnya dan evaluasinya.
d.    Komponen evaluasi meliputi pengertiannya yang utuh, manfaat manfaatnya bagi proses pendidikan, strategi atau metode pelaksanaannya, serta sarana sarananya sebagai penunjang.
e.    Komponen sarana memegang peran penting bagi sistem pendidikan dalam posisinya sebagai wadah dan alat bagi berlangsungnya proses kegiatan pendidikan tersebut. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhan sarana adalah suatu hal yang mesti diupayakan.

B.     SARAN – SARAN
    Kerja sama yang intensif yang seharusnya dilakukan secara kontinu untuk senantiasa meperbaharui dan meningkatkan kualitas sekolah, antara pemerintah sebagai pemegang otoritas pihak pengelola serta praktisi  pendidikan








DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M, 1985. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Bumi Aksara , Jakarta.

Djojonegoro ,  Wardiman,   1996.  Lima   Puluh   Tahun    Perkembangan   Indonesia
        Departemen P dan K,  Jakarta

Kusyan, A. Tabrani, 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Remaja Karya, Bandung.

M. Nashir Ali, 1982. Dasar dasar ilmu Pendidikan, Mutiara, Jakarta
Nasution, 1982. Teknologi Pendidikan, Jemmars,  Bandung
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Th. 1992, Tentang Tenaga Kependidikan.

Suryadi, Ace dan H.A.R. Tilar, 1993, Analisis Kebijakan kependidikan, Remaja Rosda Karya, Jakarta

Sudjana, Nana, 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, PT Sinar  Baru Algesindo, Bandung.

Soetopo Hendyat dan wasty Soemanto, 1982 Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, PT Bina Aksara Jakarta.

‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑, 1996 Pengembangan kurikulum, PT Bina Ilmu surabaya.
Undang undang Republik Indonesia No. 2 Th. 1982, 1992.. Tentang sistem Pendidikan Nasional, PT Aneka Ilmu, Semarang.

Wijaya, Ace, dkk. 1990. Upaya Pembangunan Dalam Pendidikan dan Pengajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung

Yusuf, Tayar 1993. Ilmu Praktik Mengajar, Al Maarif, Bandung.

MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1


ABSTRAK 

Sejauh ini mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, termasuk siswa kelas VIII SMP Negeri 1 . Hasil belajar yang dicapai siswa pada tahun-tahun sebelumnya selalu dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Rendahnya hasil belajar siswa yang dicapai dapat disebabkan oleh motivasi siswa untuk belajar IPA kurang, proses pembelajaran atau sarana belajar yang kurang memadai. Salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan aktivitas siswa sehingga memudahkan siswa memahami konsep-konsep IPA. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus dilakukan 2 (dua) kali pertemuan. Pada siklus I menunjukan peningkatan prosentase aktivitas siswa, pada pertemuan pertama 36 % dan pertemuan kedua 68 %. Sedangkan di siklus II pertemuan pertama 72 % dan pertemua kedua 88 %. Hasil belajarpun mengalami peningkatan di siklus I ketuntasan belajar 76 %, sedangkan disiklus II ketuntasan belajar 84 %, disamping itu tanggapan siswa juga positif terhadap model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini terlihat dari angket yang dijawab siswa yang merasa senang dengan model pembelajaran ini.

Kata kunci : Motivasi ; Hasil Belajar ; Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

DAFTAR ISI

                                    Halaman
Lembar Pengesahan                                 
Abstrak                                     
Kata Pengantar                                   i
Daftar Isi                                    iii
Daftar Tabel                                     v
Daftar Lampiran                                        vi
BAB I. PENDAHULUAN.
A.    Latar Belakang Masalah                         1
B.    Identifikasi Masalah                             3
C.    Pembatasan dan Rumusan Masalah                     3
D.    Tujuan Penelitian                             4
E.    Manfaat Hasil Penelitian                         4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A.    Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar                 6
B.    Motivasi Belajar                            10
C.    Pembelajaran Kooperatif                         12
D.    Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw                 13
E.    Gambaran Umum Konsep Energi dan Usaha            15
BAB III. METODE PENELITIAN
A.    Setting Penelitian                            17
B.    Prosedur Pelaksanaan Tindakan Kelas                18
C.    Data dan Teknik Pengumpulan Data                19
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Siklus I
1. Aktivitas Belajar                        23
2. Hasil Belajar                            24
3. Refleksi                                26

B.    Siklus II
1. Aktivitas Belajar                        27
2. Hasil Belajar                            28
3. Motivasi                            28
4. Refleksi                                29
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
    A. Simpulan                                33
    B. Saran                                33
DAFTAR  PUSTAKA                            35
           































DAFTAR TABEL

                                    Halaman

Tabel 1.    Siklus kegiatan penelitian .                    18
Tabel 2.    Prosentase Aktivitas Kelas.                    29
Tabel 3.    Prosentase Ketuntasan Belajar.                30
Tabel 4.    Skor Nilai Rata-rata Kelas.                    30
Tabel 5.    Motivasi Siswa.                        31















DAFTAR LAMPIRAN

                                   

Lampiran-lampiran
1.    Daftar hadir siswa
2.    Jadwal penelitian
3.    Silabus
4.    RPP
5.    LKS
6.    Lembar observasi kegiatan
7.    Lembar pengamatan
8.    Lembar jurnal harian
9.    Data hasil pretest dan postest           
10.    Lembar angket siswa
11.    Soal test siklus I dan siklus II
12.    Foto KBM







BAB   I
    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu masalah rutin yang umumnya dilaksanakan guru di kelas, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri akan tetapi terkait dengan berbagai faktor dan unsur. Oleh karena itu eksistensi seorang guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi pelajaran atau menyiapkan perangkat-perangkat media yang diperlukan akan tetapi juga kemampuan menciptakan kondisi belajar yang kondusif.
Selama ini perhatian sangat besar ditujukan pada upaya memberikan materi sebanyak-banyaknya kepada siswa, sangat jarang diperhatikan perbedaan-perbedaan individu dan suasana kelas yang sesungguhnya sangat mempengaruhi proses belajar mengajar.
Berdasar pengamatan di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan motivasi dan aktivitas siswa. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan tipe konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi biasanya guru menggunakan tipe ceramah dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan guru dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisifasi aktif dari seluruh siswa. Jadi kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator didalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Belajar kooferatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Belajar kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia mendengarkan penjelasan guru.
Rendahnya hasil belajar pada mata pelajaran IPA yang diperoleh siswa kelas VIII SMP Negeri 1  , juga diakibatkan dari cara belajar siswa yang masih salah. Selama ini siswa belajarnya dengan cara menghafal (rote learning) bukan dimengerti atau dipahami sehingga tidak menghasilkan pembelajaran yang  bermakna (meaningful learning). Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya perolehan skor nilai hasil belajar dari ulangan harian / ulangan blok sangat rendah, yaitu berkisar antara 60% sampai dengan 70% di bawah KKM (Kriteris Ketuntasan Minimal) yang sudah ditetapkan.  Berarti hanya sekitar 30% sampai dengan 40% yang sudah tuntas.  Belajar dikatakan tuntas bila siswa telah mencapai prestasi belajar atau nilai dengan skor ≥ 60. Dengan demikian hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1   Pandeglang masih dianggap rendah.
Bertolak dari pandangan bahwa belajar adalah mengalami sesuatu, prosesnya dapat berupa berbuat, bereaksi, mengalami sesuatu, menghayati sesuatu.  Mengalami sesuatu berarti menghayati  situasi-situasi  yang sebenarnya dan mereaksi terhadap berbagai aspek situasi itu untuk tujuan-tujuan yang nyata bagi siswa.  Oleh karena itu dalam proses pembelajaran diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Maka untuk memecahkan permasalahan pembelajaran  konsep IPA yang sulit dipahami, peneliti akan mencoba memberikan upaya melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe jigsaw.
B.    Identifikasi Masalah
    Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, peneliti dapat mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1.    Situasi belajar siswa akan lebih kondusip dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2.    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membangkitkan motivasi  belajar siswa dalam mata pelajaran IPA.
3.    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membangkitkan aktivitas belajar siswa.
4.    Motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajar.
5.    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C.    Pembatasan dan Rumusan Masalah.
a. Masalah dalam penelitian ini penulis batasi pada :
1.    Proses pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran IPA khususnya pada konsep energi dan usaha.
2.    Proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA khususnya pada konsep energi dan usaha.
b.    Dalam penelitian ini penulis memberikan perumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajara IPA khususnya dalam konsep energi dan usaha.
2.    Apakah proses kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA khususnya dalam konsep energi dan usaha.
D.    Tujuan Penelitian
Dari permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.    Meningkatkan motivasi belajar IPA pada konsep energi dan usaha melalui proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1  .
2.    Meningkatkan hasil  belajar IPA pada konsep energi dan usaha melalui proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1  .
E.    Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagi guru, kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang efektif dan efisien (suasana belajar yang kondusif), mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi dan inovatif serta meningkatkan pemahaman guru dalam melakukan tindakan kelas.  Sebagai upaya untuk mengatasi pembelajaran yang konvensional, dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar di kelas.
2.    Bagi siswa, kegiatan pembelajaran dengan tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar, dan meningkatkan kegairahan belajar, karena bisa menarik perhatian siswa dengan     anggota kelompoknya yang akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup, maka hasil belajarnya pun meningkat.
3.    Bagi sekolah, penelitian ini dapat membantu memperbaiki proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran  IPA, sehingga sekolah bisa memfasilitasi segala keperluan untuk kelancaran proses pembelajaran tersebut.












BAB  II
KAJIAN PUSTAKA


A. Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar
   
Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengalaman dapat berupa situasi belajar yang sengaja diciptakan oleh orang lain atau situasi yang tercipta begitu adanya. Peristiwa belajar yang terjadi karena dirancang oleh orang lain di luar diri individu sebagai pebelajar biasa disebut proses pembelajaran. Proses ini biasa dirancang oleh guru.
Istilah belajar berarti suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku pada diri individu yang biasanya terjadi setelah adanya interaksi dengan sumber belajar, sumber belajar ini dapat berupa buku, lingkungan,  guru atau sesama teman. Menurut pendapat  Nana Sudjana ( 1985 : 5)  mengemukakan bahwa : “Belajar adalah sesuatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.  Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.
Adapun istilah mengajar adalah menciptakan situasi yang mampu merangsang siswa untuk belajar.  Hal ini tidak harus berupa proses transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa.  Aa Rooyakkers (1984 :  13 ) mengatakan bahwa : “Proses mengajar adalah menyampaikan bahan pelajaran yang berarti melaksanakan beberapa kegiatan.  Kegiatan tersebut tidak ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu”
Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu bentuk pendidikan yang multi variable sudah tentu dalam proses penyelenggaraannya akan turut dipengaruhi serta melibatkan faktor-faktor lain.
Faktor tersebut menurut Muhibin Syah (1995 : 132) secara umum terbagi atas tiga macam berupa :
(1)    Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa seperti halnya minat, bakat dan kemampuan.
(2)    Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan disekitar siswa seperti keadaan keluarga, latar belakang ekonomi dan kemampuan guru dalam mengajar.
(3)    Faktor pendekatan mengajar, berupa upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Dengan demikian, untuk menciptakan proses pembelajaran yang tepat dibutuhkan suatu formula bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja menyeluruh, dalam arti proses pembelajaran melibatkan aktivitas siswa. Jadi pada hakekatnya, belajar adalah wujud keaktifan siswa walaupun derajatnya tidak sama antara siswa satu dengan yang lainnya dalam suatu proses belajar mengajar di kelas. Tetapi terdapat banyak keaktifan yang tak dapat dilihat dengan mata atau tak dapat diamati, misalnya menggunakan hasanah ilmu pengetahuannya untuk memecahkan masalah, memilih teorama-teorama untuk membuktikan proposisi, melakukan asimilasi dan atau akomodasi untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru. Jadi yang dimaksud siswa belajar secara aktif adalah belajar dengan melibatkan keaktifan mental walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik.
Setelah berakhirnya proses pembelajaran biasanya diperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati, 1999 : 3).
Sementara itu, Ahmadi (1984 : 35) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha hasil belajar berupa perwujudan prestasi belajar siswa yang dapat dilihat pada nilai setiap mengikuti tes.
Menurut Sudjana (1999 : 25), hasil belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku atau keterampilan yang berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek lain lewat serangkaian kegiatan membaca, mengamati, mendengar, meniru, menulis, dan lain sebagainya, sebagai bentuk pengalaman individu dengan lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a.    Faktor internal  (faktor dari dalam diri siswa)
Faktor ini meliputi faktor fisiologis maupun psikologis.  Faktor fisiologis antara lain: cacat badan, kesehatan dan sebagainya. Faktor  psikologis antara lain berupa motivasi, minat, reaksi, konsentrasi, organisasi, repetisi, komprehensif, dan sebagainya.
b.    Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa)
Faktor ini datangnya dari luar diri siswa, faktor ini melipui faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.  Ketersediaan sarana dan prasarana atau adanya laboratorium.
Hasil belajar dapat digolongkan pada hasil yang bersifat penguasaan sesaat dan penguasaan berkelanjutan.  Penguasaan sesaat contohnya pengetahuan tentang fakta, teori, istilah-istilah, pendapat dan sebagainya.  Hasil belajar yang bersifat berkelanjutan harus dilakukan terus menerus dalam hampir setiap kegiatan belajar.  Penguasaan berkelanjutan misalnya keterampilan tertentu dalam mengolah suatu produk, menyelesaikan perhitungan dan sebagainya.
Agar hasil belajar yang dicapai oleh siswa tinggi dan berkualitas, tujuan pengajaran yang dicapai juga tinggi, sangat dipengaruhi oleh proses interaksi antara guru dan siswa.  Interaksi antara guru dan siswa akan baik bila komunikasi antara guru dan siswa juga berjalan dengan baik.  
Kemudian untuk mengukur hasil belajar dalam penentuan keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran yang sering digunakan adalah berupa  tes hasil belajar. Tes hasil belajar disusun berdasarkan tujuan penggunaan tes itu sendiri, misalnya dalam bentuk pretes dan postes.  Pretes adalah tes yang diberikan sebelum suatu pelajaran dimulai yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana siswa telah menguasai bahan yang akan diberikan.  Sedangkan postes adalah tes yang diberikan sesudah suatu pelajaran selesai diajarkan, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauhmana siswa tersebut telah menguasai bahan yang telah diajarkan.  Perbedaan hasil kedua jenis tes ini akan ditentukan oleh kualitas pembelajarannya.  Jika proses pembelajaran baik maka pengaruhnya ialah terdapat perbedaan yang besar  antara postes dengan pretes.  Pertanyaan-pertanyaan pada pretes harus dibuat sama dengan pertanyaan-pertanyaan pada postes, supaya kedua hasil tes ini  dapat dibandingkan.
B. Motivasi Belajar
    Menurut Tita Rosita (1995 : 102) “Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya”.
    Agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas maka guru harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, sebab jika tidak ada dorongan dalam diri siswa untuk belajar, maka proses pembelajaran tidak akan efektif. Siswa yang termotivasi belajar akan berpartisipasi secara aktif dalam pelajaran yang berlangsung tanpa rasa terpaksa, tetapi secara sukarela atas inisiatif sendiri. Sebagai akibat dari hal ini maka hasil belajar yang dicapai akan lebih lama diserap, karena dengan adanya motivasi belajar tersebut maka dorongan dalam diri siswa akan terpenuhi; dan siswa akan merasa puas dengan hasil belajar yang dirasakan sebagai pemenuhan kebutuhan.
Dalam kegiatan belajar di kelas ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu: 1) kemana siswa menuju pada akhir kegiatan, 2) bagaimana caranya agar siswa tiba pada sasaran yang dituju, 3) bagaimana agar dapat diketahui apakah sasaran yang dituju itu sudah tercapai atau belum. Agar melalui ketiga hal tersebut guru harus menciptakan kondisi yang dapat merangsang timbulnya motivasi belajar siswa.
Menurut Ratna Wilis Dahar (1985 : 8) “Motivasi berfungsi mengikat perhatian siswa, menggiatkan semangat belajar, menyediakan kondisi yang optimal untuk belajar”. Oleh karena itu maka guru harus membangkitkan motivasi belajar siswa terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran dimulai. Selanjutnya Ratna Wilis Dahar (1985 : 8) mengemukakan bahwa Motivasi juga dapat berfungsi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, khususnya untuk menemukan jalan untuk mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran yang dipelajarinya.
Berdasarkan penyebab timbulnya, ada dua jenis motivasi; yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang timbul dari luar diri individu, baik yang disebabkan oleh orang lain maupun oleh keadaan alam dan lingkungan. Seperti keluarga, masyarakat, sekolah. Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa tekanan dari luar.
Menurut Ratna Wilis Dahar (1985 : 13) “Motivasi instrinsik jauh lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik, karena timbulnya motivasi instrinsik ini sepenuhnya disadari oleh individu yang terlibat, tanpa desakan atau dorongan apapun”. Motivasi instrinsik dapat mengubah sikap seseorang dari malas menjadi giat belajar. Motivasi ekstrinsik dapat membantu timbulnya motivasi instrinsik, yang berpengaruh lebih kuat terhadap keberhasilan belajar.
Kemungkinan penyebab rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya, siswa beranggapan bahwa mata pelajaran IPA itu sulit. kemungkinan lainnya adalah model pembelajaran yang digunakan masih berorientasi pada guru sehingga siswa belum terlibat aktif secara maksimal dalam proses pembelajaran, oleh karena itu maka perlu upaya untuk membangkitkan motivasi belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPA agar hasil pembelajaran menjadi bermakna perlu menggunakan pendekatan yang sesuai, antara lain dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
C. Pembelajaran Kooperatif
   
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie (2004 : 29), “Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau memperhatikan dua prinsip inti berikut. Yang pertama adalah adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung kepada anggota lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan tugas dari guru. Prinsip yang kedua adalah tanggungjawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama.
D.     Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ( Model Tim Ahli )
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya . Dengan demikian, jigsaw juga dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Menurut Anita Lie (2004 : 69), “siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi”.
Para anggota dari kelompok yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lian tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
    Langkah-langkah Jigsaw adalah sebagai berikut :
1.    Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompok beranggotakan 4 sampai dengan 6 orang. Sebaiknya kelompok terdiri atas siswa dengan beragam latar belakang, misalnya dari segi prestasi, jenis kelamin, suku, agama, status sosial dan lain-lain. Kelompok ini disebut kelompok asal.
2.    Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3.    Setiap siswa yang mendapat sub topik yang sama berkumpul membentuk tim ahli. Tim ahli membahas sub topik masing-masing dan menjadi ahli dalam topik  itu.
4.    Setelah selesai berdiskusi dalam tim ahli, anggota kembali ke kelompok asal masing-masing. Kemudian secara bergantian, tiap siswa yang telah menjadi ahli mengajar teman satu tim mereka tentang sub topik yang mereka kuasai.
Kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, atau membuat rangkuman. Guru bisa juga memberikan tes pada kelompok. Tapi pada saat mengerjakan tes siswa tidak boleh bekerja sama. .......... dst.